Dengan menggunakan banyak metafora dan pelukisan keragaman manusia di negeri ini, mobilitas pemotretan buku biografi itu kemudian menjelma menjadi semacam hijrah spiritual. Sebuah perjalanan berliku menyerap kearifan kehidupan, memahami dendam, membasuh luka, dan berdamai dengan kelemahan diri sendiri.
Mobilitas Rayya dari satu kota ke kota mencerminkan mobilitas lain yang lebih besar, yakni mobilitas suatu bangsa yang berada di antara masa lalu dan masa sekarang, antara ketertinggalan dan keinginan untuk maju, antara kearifan lokal dan harapan menjadi modern.