Artikel/Berita Lady Caddy dan 10-11 Pemenang Festival Film Solo 2014

A Lady Caddy Who Never Saw A Hole In One (Lady Caddy) karya Yosep Anggi Noen mendapat Keris Pusaka Ladrang sebagai pemenang kategori Ladrang (umum-nasional) di Festival Film Solo (FFS) 2014. Sedangkan di kategori Gayaman (pelajar-nasional), film 10-11 karya Tia Liztiawati dari SMA Negeri 1 Karanggede, Boyolali yang membawa pulang Keris Pusaka Gayaman. Pengumuman pemenang kompetisi berlangsung pada 10 Mei 2014 malam di Teater Besar Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. FFS 2014 sendiri berlangsung sejak 7 Mei 2014, yang juga mengambil tempat di Wisma Seni Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT).

Tim juri Ladrang yang terdiri dari Seno Gumira Ajidarma, Hikmat Darmawan, dan Sheila Timothy mencatat bahwa pencapaian film-film terpilih tahun ini adalah pada kesadaran bahwa film pendek merupakan cara bertutur yang mandiri dan bukan film panjang yang dipadatkan. Juga kesadaran atas berlakunya materi visual sebagai bahasa metafor. Sebagai pemenang, Lady Caddy dinilai berhasil menyampaikan isu melalui bahasa visual yang metaforik.

Untuk kategori Gayaman, Steve Pillar Setiabudi, Arnellis, dan Senoaji Julius sebagai tim juri menilai kelima film unggulan memiliki keunggulan dan keunikan masing-masing dalam merespon isu-isu di kalangan pelajar secara sederhana sekaligus progresif. Film-film kategori ini dianggap menawarkan cara-cara baru dalam menyampaikan persoalan mereka. Selain memutuskan 10-11 sebagai pemenang, tim juri juga memberikan Special Mention kepada film Indie Bung!! karena film tersebut menawarkan ide segar bahwa hal penting dari membuat film adalah kebebasan. Pada kategori ini, film Pegangan Tangan menjadi film dari Kaimana, Papua Barat yang pertama kali menjadi unggulan di FFS.

Sejak tahun lalu, FFS memulai program Pendanaan Film dengan memberikan dukungan dana produksi maksimal empat juta rupiah. Dana ini bersumber dari hasil penjualan DVD Kompilasi Film Pendek FFS 2012. Setelah tahun lalu tidak ada proyek  film yang mendapat dukungan dana, tahun ini tim juri memilih proyek Lebah dan Nektar (Monica Vanesa Tedja dan Jason Iskandar) yang mendapat dukungan dari program ini. Di antara empat film yang mengikuti pitching, juri yang terdiri dari Shalahuddin Siregar, BW Purba Negara, dan Tumpal Tampubolon menilai film ini menonjol karena cerita yang sederhana dan terkomunikasikan dengan baik dalam naskah. Cerita dalam proyek film ini juga mengangkat salah satu persoalan masyarakat Indonesia. Namun, tim juri memberikan catatan terkait konsep visual yang akan dipakai.

Untuk program Tarung Solo!, yang khusus diikuti film-film produksi se-Solo Raya, Sabuk Trisula Tarung Solo! tahun ini diberikan kepada film Kelewatan karya Widi Katon Tatag Prabowo. Film ini mengalahkan dua film lainnya yang bertarung di sesi ini: The Mute (Dimas Dwi Wardhana) dan Guardian Angel (Rezza Dhanumurti). Film Kelewatan meraih 239 suara dari 415 penonton yang hadir saat pemutaran.

Pada malam penutupan, diputar film Omnibus Solo 2014, yang merupakan hasil program yang dimulai sejak tahun 2013. Program ini mengharuskan para unggulan Ladrang untuk membuat film selama di FFS dengan tema yang disepakati bersama. Tema tahun ini adalah perjalanan dari kota masing-masing ke tempat penyelenggaraan FFS. Tiap-tiap film kemudian diputar sebagai satu kesatuan dalam Omnibus Solo tersebut. Arie Surastio membuat Gondorukem buat Kamu, Ninndi Raras membuat Mencari Buaya Berdiri, Loeloe Hendra membuat Bertelur, Tunggul Banjaransari membuat Tutorial Melihat Perjalanan, dan Yosep Anggi Noen membuat Otomatis.

Program non-kompetisi FFS tahun ini terdiri dari program pemutaran Retrospeksi, forum, dan diskusi. Program Retrospeksi tahun ini tidak memutar film dari satu tokoh tertentu, tetapi memutar film pendek Indonesia dari awal sampai akhir 90-an. Selain diskusi setelah pemutaran, FFS 2014 juga mengadakan dua sesi Obrolan Malam dengan topik “Festival Film sebagai Ikhtiar Perayaan Sinema” untuk napak tilas serta evaluasi perjalanan FFS dan “Buka Dapur Kurasi FFS” sebagai ruang pertanggungjawaban kurator kepada pembuat dan penonton. Tahun ini pula FFS mengadakan Kelas Kritik dan Kelas Apresiasi Film.

Mulai tahun ini, FFS 2014 menerapkan sistem penjualan tiket sebesar Rp5.000,- per sesi untuk Pemutaran Utama dan Tarung Solo! “Alasannya sederhana, ingin mengajak penonton untuk ikut mendukung keberlanjutan para pembuat film agar terus berkarya,” jelas Ricas pada pengantar buku program FFS 2014. FFS 2014 menerima 157 film pendaftar Ladrang dan 45 film pendaftar Gayaman.

Tim program FFS 2014 yang terdiri dari Bayu Bergas (Direktur), Adrian Jonathan (Ladrang, Gayaman), Makbul Mubarak (Ladrang, Gayaman), Mikael Johani (Ladrang), dan Fanny Chotimah (Gayaman) kemudian memilih sebelas film Ladrang, delapan film Gayaman, dan film Gazebo (Senoaji Julius) untuk ditayangkan pada program pemutaran. Pada tahun penyelenggaraan keempatnya ini, FFS 2014 berhasil menyedot 4.172 penonton selama empat hari berlangsung.

Unggulan Kategori Ladrang

A Lady Caddy Who Never Saw A Hole In One (Yosep Anggi Noen, Yogyakarta) – Pemenang

  • Udhar (Tunggul Banjaransari, Karanganyar)
  • Polah (Arie Surastio, Karanganyar)
  • Gula-Gula Usia  (Ninndi Raras, Yogyakarta)
  • Onomastika (Loeloe Hendra, Kutai Kartanegara)

Unggulan Kategori Gayaman

10 – 11 (Tia Liztiawati, Boyolali) – Pemenang

Indie Bung!!(Yuleo Rizky Catur Pamungkas, Yogyakarta) – Special Mention

  • Battle (Fiqi Kurnia Rachman, Salatiga)
  • Indo Nesia? (Zed Ridlo Ichsan Asyhari, Salatiga)
  • Pegang Tangan (Yakobus Latulola & Pamela Kastanya, Kaimana)