Artikel/Berita Lawuh Boled dan Tambaksari Last Land Raih STOS Award

Film pendek fiksi Lawuh Boled karya Misyatun dan dokumenter Tambaksari Last Land karya Fajar Kuncoro berhasil meraih STOS Award di South to South Film Festival (STOS) 2014. Sedangkan Menuk karya Bobby Prasetyo dan Menolak Menyerah karya Bambang HP mendapat Special Mention dari juri untuk masing-masing kategori. Pengumuman ini berlangsung Selasa, 18 Maret 2014 di Goethe Haus, Jakarta, yang sekaligus menjadi malam puncak festival. STOS yang berlangsung sejak 14 Maret di Goethe Haus dan Kineforum dibuka dengan film pendek Wrong Day dan Lawuh Boled dari Indonesia, serta Even the Rain (Iciar Bollain) dari Spanyol.

Untuk kompetisi fiksi, juri yang terdiri dari Windu Jusuf, Damar Ardi, dan Sofyan menilai Lawuh Boled unggul karena kejernihan dan kekuatan cerita, serta presentasi yang detail akan isu krisis pangan, korupsi, dan ketimpangan kelas. STOS Award menambah daftar penghargaan film ini setelah menang di Festival Film Solo dan Purbalingga tahun lalu. Sedangkan film Menuk dinilai mengundang diskusi soal isu perdagangan wanita dalam plot yang terampil dan penataan gambar yang baik. Meskipun, latar sosial film tersebut tidak klop dan kurang berakar.

Special Mention Menolak Menyerah dianggap memiliki cara bercerita yang tepat, yakni memiliki irisan antara kekhasan dokumenter dengan isu yang dipotret. Juri yang terdiri atas Makbul Mubarak, Amelia Hapsari, dan Yaya Hidayati juga memberi apresiasi untuk film yang diproduksi salah satu stasiun televisi tersebut atas konsistensinya menggarap dokumenter. Sedangkan, Tambaksari Last Land dinilai lebih unggul karena memiliki rajutan gambar dan komposisi yang dramatis, meskipun pemakaian musik yang berlebihan menjadi salah satu kekurangan.

“Setiap narasi yang disajikan dalam tontonan di STOS, diharapkan bisa mendorong inisiatif-inisiatif kecil untuk terus memelihara lingkungan.” ujar Direktur Festival Voni Novita dalam sambutannya. Sedangkan adanya STOS Award diharapkan bisa menstimulasi pembuat film untuk membuat film tentang isu-isu yang diusung STOS. Pemenang utama mendapat hadiah sebesar 7 juta rupiah dan piagam, sedangkan Special Mention mendapat hadiah sebesar 3 juta rupiah dan piagam.

Sebelumnya, saat konferensi pers di Kineforum pada 27 Februari lalu, Direktur Program STOS 2014 Dimas Jayasrana, sempat memaparkan posisi STOS dan kompetisi film pendek nasional yang STOS adakan. “Festival film umumnya terbagi menjadi dua: yang berangkat dari segi estetika atau artistik suatu film dan yang berangkat dari konten. Posisi STOS adalah yang kedua. Kompetisi yang diadakan sejak 2010 tidak mencari filmmaker berbakat, tapi film dengan konten bagus yang mungkin selama ini tersembunyi atau terfragmentasi.”

Tahun ini, STOS menayangkan 63 judul film, yang meliputi 19 film fiksi dan 44 film dokumenter dari beberapa negara. Film-film tersebut diputar dalam dua jenis program: kompetisi dan non-kompetisi. Untuk kompetisi film nasional, terpilih 5 film fiksi dari 19 film yang mendaftar dan 6 film dokumenter dari 47 film yang mendaftar. Film-film ini dipilih karena dianggap bisa menerjemahkan isu yang diusung STOS secara lentur.

Untuk program non-kompetisi, ada beberapa tema program yang merangkum bagaimana film-film yang diputar merespon isu lingkungan, sosial, dan politik. Ada Satir, Resistensi, Gombal Globalisasi, Manusia & Alam, dan Tanah Air Anak Muda. STOS 2014 juga menghadirkan program Kabar Tetangga, dengan mengundang Viddsee dari Singapura dan Hanoi Doclab dari Vietnam untuk memutar film-film pilihan dari masing-masing platform sekaligus berbagi pengalaman dalam diskusi soal pemanfaatan teknologi untuk distribusi film serta video sebagai medium untuk aktivisme. Tidak hanya itu, STOS menjadi ajang pemutaran perdana film Di Atas Air & Batu karya Bowo Leksono dari Purbalingga.

STOS 2014 juga membuat program untuk anak-anak. Tahun ini, anak-anak tidak hanya dapat menonton film, tapi juga pertunjukkan dongeng dari PM Toh. Upaya STOS menyampaikan pesan lingkungan dalam kemasan yang menyenangkan juga dengan menghadirkan pertunjukkan Stand Up Comedy bersama Ernest Prakasa dan Arie Kriting.

STOS didirikan oleh konsorsium lembaga swadaya yang bergerak pada isu lingkungan di Indonesia. Program utama STOS adalah festival film dua tahunan; ruang kampanye publik melalui sinema. Festival ini bermaksud menyediakan ruang bagi publik untuk terlibat dalam tema-tema tersebut.  STOS membuka kemungkinan seluasnya moda komunikasi kepada publik yang paling awam sekalipun terhadap isu-isu lingkungan hidup serta sosial dan politik. Diadakan sejak 2006, tahun kelima penyelenggaraan STOS ini dihadiri sekitar 1700 pengunjung.

Kompetisi Fiksi

  1. Lawuh Boled (Misyatun) – Pemenang
  2. Menuk (Bobby Prasetyo) – Special Mention
  3. Boncengan (Senoaji Julius)
  4. Langka Receh (Miftakhatun & Eka S.)
  5. Gazebo (Senoaji Julius)
  6. Tangan Baik (Sari Dewi K.)

Kompetisi Dokumenter

  1. Tambaksari Last Land (Fajar Kuncoro) - Pemenang
  2. Menolak Menyerah (Bambang HP) – Special Mention
  3. Sang Nelayan (Oki Andrianputra)
  4. Grabag (A Short Tale of Earth and Human) (Himawan Pratista)
  5. Cahaya Air Batang Uru (Andi Arfan Sabran)
  6. Young Man and the Sea (Yusron Fuadi)