Artikel/Sosok Kolaborasi Luna, Ilya, Sigi di Pintu Harmonika

Sosok 27-05-2013

Jika biasanya Luna Maya dan Sigi Wimala lebih sering terlihat berakting di depan layar, dan Ilya Sigma lebih dikenal sebagai penulis naskah, ketiganya justru berkolaborasi sebagai sutradara dalam Pintu Harmonika yang beredar mulai 23 Mei 2013.

Pintu Harmonika berangkat dari keinginan Luna membuat film layar lebar setelah mendapat Special Mention Award untuk film pendek Suci and The City, yang merupakan bagian dari ajang LA Lights Indie Movie 2009. “Sudah sejak 2008, saya ingin sekali membuat film. Kemudian mendapat kepercayaan untuk membuat film pendek, lalu mendapat penghargaan juga. Kan senang banget, ya? Jadi, motivasinya lebih besar lagi, lebih tertantang untuk bikin yang lebih besar dan serius.” Namun, di debut pertamanya menjadi sutradara, Luna memilih untuk berkolaborasi dibanding menyutradarai sendiri. Maka dari itu, bentuk Pintu Harmonika direncanakan sebagai omnibus.

“Kami membuat film ini kan sejak tahun lalu. Nah, trend pembuatan film tahun lalu itu salah satunya dengan omnibus. Namun, seiring proses pembuatan film ini, baru terasa kalau ternyata ini jadinya sebagai satu film, bukan omnibus.” jelasnya. Ia kemudian mengajak Sigi, yang juga pernah menjadi sutradara lewat ajang yang sama. Sedangkan tawaran untuk Ilya pada mulanya adalah untuk menulis naskah film.

“Luna pertama kali mengajak saya untuk menulis film ini. Waktu itu dia bilang, filmnya bertema cinta. Namun, karena lagi menulis untuk Rectoverso, saya bilang, kalau sedang menulis untuk satu film, saya tidak mau menulis untuk film yang lain dulu. Kemudian, dia menawarkan posisi sutradara. Kebetulan, suami saya sutradara juga, dan sudah jadi mentor saya. Dia bilang, kenapa tidak dicoba? Kan saya sudah pernah melihat proses dia syuting. Akhirnya, saya memberanikan diri.” ujar istri dari Putrama Tuta ini.

Rencananya, film ini akan digarap lima sutradara. Namun, dua calon sutradara tidak jadi terlibat. Daripada menunggu lebih lama, akhirnya proses film pun berjalan di tangan ketiga sutradara ini. Apakah tidak menemukan kendala dari segi masa tayang, karena hanya mengandalkan tiga sutradara dan tiga cerita? “Meskipun rencananya lima cerita, tapi waktu itu naskahnya belum selesai. Naskah selesai ketika diputuskan bahwa film ini dibuat bertiga. Kami punya komitmen dari awal bahwa kami membuat ini untuk jadi satu film. Jadi, masa tayang siapa pun tidak terganggu asal menjadi satu kesatuan.” jelas Ilya soal pembagian durasi tiap cerita.

Tidak hanya untuk film. Setelah skenario Pintu Harmonika selesai ditulis, Clara Ng dan Icha Rahmanti menggarap buku berjudul sama yang diterbitkan oleh Plot Point. Ide awal film ini justru datang dari Clara Ng. “Konsep film ini datang dari Mba Clara Ng. Dia datang dengan konsep, pada awalnya, bagaimana kalau membuat cerita tentang anak-anak. Dari konsep itu, baru kemudian dia kasih pilihan. Lalu saya, Sigi, dan Luna memilih cerita kami masing-masing.” ujar Ilya. Walaupun akhirnya menjadi satu kesatuan film, tapi masing-masing sutradara mengarahkan satu segmen. Ilya menyutradarai segmen Otot, Luna menyutradarai segmen Skors, dan Sigi menyutradarai segmen Piano.

Ruang

Cerita-cerita Pintu Harmonika berlatar di rumah-toko (ruko), yang bisa dibilang, merupakan ruang hidup yang unik. Sigi sempat bercerita tentang bagaimana ia mendalami ruang pada ruko. “Sebelum syuting, saya melihat-lihat ruko-ruko yang ada, dan memperkirakan bagaimana saya bisa memanfaatkan ruangnya untuk cerita. Ketika mau produksi dan sepakat akan syuting di mana, saya konsultasi dengan tim kamera kira-kira bagaimana baiknya memanfaatkan ruang yang ada.” ceritanya.

Sigi juga sempat mengakui bahwa meskipun tugas yang ia lakoni di Pintu Harmonika berbeda, latar belakangnya sebagai aktor juga mempengaruhi pendekatannya dalam menyutradarai. “Sangat berbeda ketika berada di balik kamera. Tidak bisa cuma melihat akting saja. Ada pengadeganan, harus memperhatikan ruang juga, dan sebagainya. Memang saya pun memperhatikan akting, memikirkan aktor, mungkin karena memang saya awalnya aktor. Ada sensasi yang berbeda ketika mengarahkan di kamera. Kalau mau take ulang, saya berpikir, “Aktornya capek nggak, ya?” Saya juga jadi menyadari, mungkin begini kali ya perasaan sutradara misalnya akting saya belum sesuai harapan mereka.” tambahnya sambil diikuti tawa.

Sedangkan bagi Luna, terlibat hampir di semua proses pembuatan film ini, ia ibaratkan seperti ikut sekolah film. “Membuat film ini seperti sekolah film. Saya jadi mengerti proses dan alur pembuatan film. Menyenangkan, sih. Dari tidak tahu apa-apa jadi tahu sedikit demi sedikit. Mudah-mudahan di produksi selanjutnya bisa lebih pintar satu tingkat.” ceritanya.

Walaupun baru pertama, tim produksi film ini didukung oleh nama-nama yang sudah banyak terlibat di produksi film. Seperti Roy Lolang sebagai penata kamera, Eros Eflin sebagai perancang produksi, dan Cesa David sebagai editor. “Dari awal memang kami sudah memilih nama-nama itu. Terus terang, saya, Luna, dan Sigi, bukan orang yang berpengalaman banyak. Jadi, kami perlu banyak bertanya soal teknis kepada yang lebih senior. Kami banyak diskusi dengan mereka dan mereka mengajari kami juga. Namun, peran kami sebagai sutradara tetap jalan, kami yang eksekusi tetapi tetap berdiskusi dengan tim kami.” jelas Ilya. Di luar sutradara, pemain, dan penulis, departemen-departemen lain ditangani oleh satu tim produksi yang sama.

Film ini sendiri menghabiskan waktu 12 hari syuting. “Sigi mendapat giliran pertama, jadi dapat empat hari full. Sisanya, saya sama Luna syutingnya paralel.” tambah Ilya. Sedangkan, keterlibatan dua rumah produksi dalam film ini juga terbagi dua wilayah kerja. “Pertama memang 700 Pictures dulu yang terlibat, karena 700 Pictures ini kan lebih banyak menyediakan production service. Baru ketika memasuki tahap post, Malka yang lebih banyak mengerjakan.” Baru setelah itu, USee TV bergabung untuk tahap promosi dan marketing.

Pada saat konferensi pers film ini di Waluma, Hang Lekir, Jakarta Selatan, Luna sempat menyebutkan bahwa film ini juga akan diputar di negara tetangga Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. “Kebetulan saya punya koneksi, yang ternyata tertarik dan konsep dan kerjasama yang kami tawarkan. Mereka sangat terbuka dan senang dengan filmnya. Jadi, tanpa panjang lebar, mereka langsung mengiyakan kerjasama dan malah menunggu lagi film selanjutnya,” tambah Luna Maya lagi.