Tinjauan Perempuan Punya Cerita

5/10 Lisabona Rahman 13-05-2007

Tawaran mengangkat suatu persoalan lewat bentuk omnibus (kumpulan film pendek) seperti film ini bisa sangat menguntungkan atau menjebak. Kita bisa dibuat paham dengan banyak sisi persoalan itu, atau jatuh bosan karena disuapi satu pernyataan yang mirip berulang-ulang. Perempuan Punya Cerita sudah terjebak. Keempat perempuan tokoh utama ceritanya mengalami penindasan dan dipaksa menyerah.

Isu yang diangkat dalam film ini bukan main spektrumnya: mulai dari aborsi, seks dan kehamilan remaja, penjualan anak perempuan, sampai diskriminasi penderita AIDS. Latar tempat ceritanya juga lumayan menarik: Pulau Jawa dan kepulauannya. Tapi dari potensi latar yang kaya itu, ada yang terasa kelewat mirip: semuanya putus asa. Sumantri (Rieke Dyah Pitaloka) harus meninggalkan kepulauan karena kasus aborsi, Esi (Shanty) kehilangan anaknya karena sindikat penjualan perempuan, Laksmi terpaksa berpisah dengan anaknya karena kondisinya kesehatannya memburuk setelah menderita AIDS. Safina (Kirana Larasati), anak SMA dari Jogja mungkin satu-satunya perkecualian dengan perlawanan kecilnya lewat liputan TV untuk mengadili wartawan yang sudah memanfaatkannya.

Setiap film punya karakter tampilan yang kuat. Cerita Sumantri di Pulau Seribu diperlihatkan dengan sangat realistis, Safina dan teman-temannya di Jogja dituturkan dengan tempo lebih cepat dan gerak kamera yang lebih dinamis. Sementara dunia kelab malam Esi tampil lebih muram walaupun penuh gemerlap palsu dan kota Jakarta yang disusuri Laksmi kelihatan dingin dan keras. Tapi kemiripan nasib karakter-karakternya membuat omnibus ini terasa sebagai pengulangan, seperti pesan yang disampaikan berkali-kali dengan bentuk yang lain-lain. Ini juga membuat akting tiap karakter utamanya tak terlalu menarik, malah yang menarik perhatian adalah akting Sarah Sechan sebagai Cicih, penyanyi dangdut klab malam di kota kecil Jawa Barat.

Omnibus, sekali lagi, memang adalah bentuk yang susah-susah gampang. Kalau saja naik turunnya drama dalam kesatuannya bisa dibuat dinamis, tema yang kuat bisa sampai dengan menggigit. Dalam film ini, tema yang begitu kuat mengalahkan pengembangan cerita sehingga kita tak mendapatkan kejutan dari perjuangan tiap karakter. Sayangnya Perempuan Punya Cerita tak sampai ke sana.