Katalog Leher Angsa

5.5
Sinopsis

Ada sebuah desa yang seluruh penduduknya buang air besar di kali. Satu-satunya fasilitas buang air besar sehat di desa itu adalah sebuah WC Leher Angsa milik kepala desa. Dan di desa itu ada seorang bocah lelaki cerdas bernama Aswin yang gemar membaca. Aswin kehilangan ibunya ketika sebuah pesawat latih ringan jatuh menimpa sang ibu yang sedang bekerja di ladang. Mestinya saat itu giliran ayahnya, Pak Tampan yang bekerja di ladang, tapi sang ayah memilih pergi menyabung ayam. Sudah kehendak Tuhan kata sang ayah, tapi Aswin tak menerima dan tak mengerti. Sejak saat itu Aswin membenci ayahnya.

Segera Aswin mendapat ibu baru. Aswin menyukai ibu barunya. Dan karenanya merasa kasihan melihat ibu barunya yang tak terbiasa buang air besar di kali. Aswin meminta ayahnya membuatkan ibu barunya sebuah WC leher angsa seperti milik kepala desa. "Nanti ibumu akan terbiasa", kata ayahnya. Ditambah dengan keinginan memiliki sepeda yang tak dipenuhi ayahnya, Aswin makin membenci ayahnya.

Aswin memiliki tiga teman karib, satu kelas di sekolah. Johan, Sapar dan Najib. Sapar kurus dan ceking anak orang miskin. Johan penuh percaya diri anak seorang seniman biola, dan Najib bertubuh besar dan kuat. Persoalan si miskin Sapar membuat Aswin sedikit melupakan persoalan dengan orang tuanya. Sapar bisulan di bokongnya dan karenanya ia tak masuk sekolah. Persoalan bisul menjadi persoalan penting yang harus dipecahkan agar Sapar bisa masuk sekolah kembali. Bisul akan sembuh kalau sudah pecah. tapi sebelum pecah ia harus matang dulu. Sepertinya bisul di bokong Sapar sudah matang, tapi kok tidak pecah-pecah?

Johan adalah anak yang penuh percaya diri dan selalu mencari kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya bermain biola. Tapi permainan biola Johan menjadi momok bagi teman-temannya. Karena suara yang dihasilkannya amat mengerikan. Melengking memekakkan dan menyayat genderang telinga. Tapi Aswin yang cerdas melihat potensi permainan biolanya Johan. Maka Aswin menyuruh Johan memainkan biolanya di hadapan Sapar. Sapar yang bisulan parah 'menari-nari' karena tidak tahan mendengar lengkingan biolanya Johan dan lalu setelah usai merasa lega dan tak sadar menduduki bisulnya. Bisul itu pecah dan kemudian sembuh.

Aswin merindukan ibu yang tiada, meskipun ada ibu barunya yang baik. Dan ayahnya, Pak Tampan, terkena kutukan - paling tidak itu pikiran Aswin - tumbuh bisul di bokongnya. Sudah tentu Pak Tampan yang pelit tidak mau berobat ke dokter atau puskesmas. Bisul itu akan sembuh dengan sendirinya, pikirnya. Tapi ternyata tidak. Rupanya itu jenis bisul yang bandel. Dan makin yakin Aswin bahwa bisul adalah hukuman atas dosa-dosa ayahnya. Dosa itu adalah tidak mau membuat WC leher angsa buat ibu baru dan tidak mau membelikannya sepeda. Tak mau panjang lebar berdebat dengan anaknya, Pak Tampan mengakui saja kesalahannya, dan berjanji akan membikin WC leher angsa di rumah. "Tapi bagaimana dengan bisulku ini?" tanyanya.

Pengalaman memecahkan bisulnya Sapar dengan biolanya Johan dipakai Aswin menteraphi bisul ayahnya. Teraphi biola memang membuat bisul itu pecah, tapi saking parahnya terjadi juga sedikit pendarahan. Pak Tampan terpaksa digotong ke Puskesmas. Pak Tampan sembuh dan ia menepati janjinya membuatkan WC leher angsa di rumah. Bertahun-tahun kemudian semakin banyak orang yang membikin fasilitas buang air besar di rumah. Namun masih ada satu dua orang yang tetap buang air besar di kali. Mereka yang hanya merasa nyaman buang air besar bila bokongnya terendam air.