Penata kamera
Sutradara
Penata artistik
Sinopsis

Film ketiga Sophan Sophiaan ini mulai menunjukkan karakternya sebagai sutradara, yaitu kritik sosial dan nasionalis. Kebetulan kisahnya bisa menampung maksudnya. Letnan Harahap adalah sosok ideal seorang polisi: sederhana, tekun dan jujur. Ketika Letnan Harahap berhasil menangkap beberapa morfinis umpamanya, salah seorang orangtua anak yang tertangkap mengucapkan terima kasih dengan iringan sebuah amplop. Polisi teladan itu menolak. Diungkapkan pula bagaimana anak-anak pembesar kebut-kebutan di jalan raya. Dan keluarlah ucapan: "Biar saja mobil ini rusak. Soal mobil sih gampang. Dengan nota atau mengadakan proyek, ayah akan dapat mobil lagi." Harahap yang menangkap pengebut itu, tetap berteguh tidak membebaskan tahanannya, meski ditawari sebuah mobil kecil untuk keluarganya.

Ditonjolkan pula istri seorang pembesar yang sibuk rapat dan serakah harta, hingga tidak memperhatikan anak. Sementara sebuah keluarga miskin yang tergusur rumahnya dan harus bertransmigrasi, sempat memutar radio yang sedang menyiarkan lagu "Rayuan Pulau Kepala". Istrinya marah dan menggeprak radio itu hingga rusak. Ia kesal. Tanah miliknya digusur terus. Saat itu Harahap datang dan mengabarkan bahwa anak keluarga miskin itu ditangkap karena mencuri nasi bungkus. Sang istri langsung nyap-nyap, "Jika orang gede melakukan korupsi tidak ditangkap, tapi anak kecil yang mencuri nasi bungkus ditangkap."

Keinginan Harahap yang lebih ingin mati dalam tugas daripada di tempat tidur, terbukti saat menumpas gembong pengedar narkotika. Saat itu sebenarnya ia harus beristirahat karena sudah mengidap kanker. Sempat pula muncul tokoh informan yang diperankan oleh Sophan Sophiaan sendiri dengan menggunakan kaos oblong bergambar Ali Sadikin. Yang disayangkan adalah kritik dan pelukisannya terlampau verbal dan hitam putih.

Catatan

Diilhami dari sebuah artikel dalam majalah "Intisari".Kopi 35 mm judul ini dapat diakses dari Koleksi Sinematek Indonesia.