Salah satu dari ‘Wong Bersaudara’ (adik Nelson, kakak Othniel), Joshua mulai tertarik pada film ketika melihat kakaknya, Nelson Wong, yang mulai ikut terlibat dengan kegiatan produksi film di Hollywood. Sementara, ayah mereka, Wong Siong Tek, tidak setuju anaknya tertarik di film. Joshua malah ikut bergabung dengan abang dan adiknya dalam perusahaan The Great Wall di Shanghai pada awal tahun 1920-an. Ia berada di Jawa sejak tahun 1928 untuk bergabung dengan Nelson yang akan membuka usaha film bersama Tio Tek Djin, pemilik Miss Riboet Orion. Sejak itu, ia menetap bersama kakak dan adiknya, sebagai orang Timur pertama yang membuat film di Indonesia. Hampir semua cerita yang difilmkan oleh perusahaan kakaknya, Batavia Motion Picture & Halimoen Film Co, berasal dari Joshua, di samping ia ikut juga bertindak sebagai Juru Kamera. Ketika Nelson sakit sejak Sekitar tahun 1934, maka Halimoen Film diteruskan oleh Joshua dan Othniel. Antara lain bekerja sama dengan Albert Balink dalam pembuatan "Pareh" (1935).
Tahun 1937, Joshua pindah ke Jakarta dan bersama Balink mendirikan ANIF (Algemeene Nederlandsch Indie Film Syndicaat) — yang kini jadi PFN (Perusahaan Film Negara). Di ANIF, ia sempat membuat film Terang Boelan (1937) yang terkenal itu, di mana kedua kakak beradik Wong ini menjadi juru kamera/suara. Tahun 1939, keduanya keluar dari ANIF, mendirikan Tan's Film bersama Tan Khoen Hian. Perusahaan inilah yang melahirkan film-film yang diperani oleh Miss Roekiah setelah Terang Boelan. Pada masa pendudukan Jepang perusahaan ini ikut pula ditutup oleh Jepang. Maka kakak beradik Wong berusaha di bidang pembuatan kecap. Di masa revolusi Wong juga bikin limun. Tahun 1948 kakak beradik Wong kembali bergerak lagi bersama Tan Khoen Hian dengan perusahaan yang diberi nama Tan & Wong Bros yang amat produktif di awal tahun 1950-an. Perusahaan ini sejak tahun 1955 berganti nama jadi Tjendrawasih Film. Sejak tahun 1960-an kegiatan perusahaan ini amat menurun, bahkan kemudian terhenti sama sekali. Di awal tahun 1970 nampak kembali kegiatan ‘Cendrawasih’ sedikit, dan nama Joshua yang sudah tua itu masih tercatat sebagai orang yang turut menggarap. Dalam usia di atas 70 tahun ini Joshua masih tetap menyediakan diri untuk diajak aktif dalam film. Setidaknya, katanya, sebagai penasehat.
Sumber: Apa Siapa Orang Film Indonesia 1926-1978. Disusun oleh Sinematek Indonesia. (Jakarta : Yayasan Artis Film dan Sinematek Indonesia, 1979)