Lahir di Roma. Pendidikan : Sempat duduk di bangku AMS. (Sedikit anak Pribumi pada masa itu yang sanggup sekolah sampai tingkat itu). Orang tuanya menginginkan anak ini menjadi Sarjana Hukum. Tapi Bachtiar lebih tertarik terjun ke film. Bahkan ia bersedia memulai sebagai pekerja kasar, pembantu bagian dekor di Studio Tan's Film. Mulai berkesempatan main dalam Si Ronda (1930) kemudian dalam Melatie van Agam (1930) merangkap sebagai Pembantu Sutradara. Keduanya film bisu. Ketika tahun berikutnya studio ini pertama membuat film bicara, Nyai Dasima (1931), Bachtiar sudah menjadi sutradara penuh. Tahun, 1932 memimpin majalah Doenia Film yang semula dipegang oleh Andjar Asmara. Tahun 1935 mengikuti jejak Andjar memasuki sandiwara Dardanella, sebagai pemain. Ketika Dardanella pecah tahun 1936, ia ikut kelompok Andjar Asmara, mendirikan Bollero Sejak 1938 memimpin Bollero yang kemudian menetap di sekitar Malaka sampai tahun 1945. Ia tertahan di Singapura karena tidak sedia membantu Inggris yang akan memasuki Indonesia. Lalu masuk perusahaan film Christy Film Coy sebagai sutradara, hasilnya Seruan Merdeka. Perusahaan ini dibeli oleh Shaw Bros. Bachtiar mendirikan perusahaan dagang Impor Export bersama: Dja'far Wirjo, yang merupakan gabungan pedagang Indonesia yang berada di Singapura. Tahun 1950 kembali ke Indonesia, bekerja di Kementrian Penerangan. Setahun kemudian mulai menyutradarai film-film cerita, PFN, antara lain Jiwa Pemuda (1951), Antara Tugas dan Tjinta (1954). Yang belakangan ini adalah merupakan salah satu film Indonesia pertama yang terpilih untuk bisa main dalam bioskop kelas I.
Sejak tahun 1955 menjadi Atase Pers pada Kedutaan RI di Italia. Karir ini terputus karena ia ikut bergabung dengan pemberontakan PRRI. Selanjutnya memilih tinggal di Italia, karena anak-anaknya telah berpenghidupan di negeri tersebut. Sementara itu ia mengisi waktu senggangnya dengan bermain dalam peran-peran kecil pada film Italia. Sejak tahun 1970 ia mulai sering ke Indonesia. Bukan saja untuk menengok kakak kandungnya, penyair dan tokoh pergerakan Roestam Effendi, tapi juga mengurus kerjasama produksi antara Indonesia dan Italia. Dan sambil lalu sempat pula main dalam film reklame obat Konidin disini, yakni orang tua berkaca mata yang mengucap "Percayalah".
Sumber: Apa Siapa Orang Film Indonesia 1926-1978. Disusun oleh Sinematek Indonesia. (Jakarta : Yayasan Artis Film dan Sinematek Indonesia, 1979)