Lahir di Jogya. Meninggal di Bogor. Pendidikan : HIS. Sembari sekolah, bekerja sebagai pencuci andong dan pengantar koran. Setelah berhasil mendapat ijazah Klein Ambtenaar Examen - ijazah yang dipersamakan dengan HIS, ia berangkat ke Jakarta dan menjadi pegawai stasiun. Kedudukannya semakin baik, sampai kemudian dipercayai untuk memimpin terbitan berkala Vereniging van Spoor-en TramPersoneel, yang diterbitkan oleh serikat buruh perkereta apian. Ketika dia semakin tertarik pada dunia karang mengarang, jabatan pegawai negeri pun ditinggalkannya, dan mulailah bekerja pada harian Tionghoa Melayu, Siang Po. Setelah itu pindah ke Keng Po. Karirnya sebagai wartawan semakin menanjak, sampai berhasil menduduki jabatan Wakil Pemimpin Redaksi.Bersama RH Djunaedi mendirikan harian Pemandangan. Ia memakai nama "Kampret" sebagai penjaga pojoknya. Akibat sebuah tulisan pojoknya, koran Pemandangan diberangus oleh Belanda. Setelah itu ia ditarik Belanda untuk bekerja di Aneta sebagi penterjemah, sekitar tahun 1937. Dua tahun kemudian, pertengahan 1939, ditahan Belanda dengan tuduhan mempengaruhi pers Indonesia dengan modal Jepang. Sejak itu Saeroen seolah menghilang, namanya tak pernah disebut-sebut lagi.
Sekitar 1953, namanya muncul lagi sebagai penulis di majalah Lukisan Dunia-nya Parada Harahap. Berapa lama kemudian, kedengaran ia menerbitkan sendiri Warta Bogor dengan usia yang tak begitu lama. Beberapa karangannya yang dibukukan, antara lain: Di belakang Layar Djurnalis, Rahasia Bergaoel, Berdiri Dipinggir Djalan, dan Mas Kawin Paling Tinggi. Di antara karangannya, ada juga yang kemudian di filmkan, misalnya Terang Boelan (1937) yang mengorbitkan Roekiah dan Rd. Mochtar, Harta Berdarah (1940), Bajar Dengan Djiwa (1940), Panggilan Darah (1941), dan Asmara Moerni (1943), yang dibintangi oleh A.K. Gani, calon dokter dan tokoh pergerakan pada jamannya. Saeroen mendapat gelar Dokter Kehormatan dari salah satu Universitas di Ujung Pandang dalam bidang Ilmu Pengetahuan Sosial, kemudian diangkat sebagai Ketua Dewan Kurator IKIP Bogor, diakui sebagai Perintis Kemerdekaan Indonesia dan menerima tanda penghargaan Satya Lencara Perintis Kemerdekaan, serta beberapa bintang jasa lainnya. Usahanya di bidang perhotelan juga sukses sampai akhir hayatnya. Beberapa buah motelnya di Cipayung, diberinya nama sesuai dengan nama samarannya sebagai penjaga pojok dulu antara lain: Kampret, Kalong, Kelelawar, dan lain-lain.
Sumber: Apa Siapa Orang Film Indonesia 1926-1978. Disusun oleh Sinematek Indonesia. (Jakarta : Yayasan Artis Film dan Sinematek Indonesia, 1979)