Lahir di Solo. mendirikan orkes kroncong dengan nama Kroncong Werklozen Indonesia Kampung, disingkat KWIK. Dari situ pindah ke rombongan kroncong Mata-roda dan mulai naik panggung sebagai pelawak bersama Sri Mulat. Di Malang, pasangan Kuncung - Sri Mulat diajak Fred Young untuk main dalam sandiwara Bintang Surabaya, yang terus pop dengan sebutan "tonil tunjungan". Ketika Bintang Surabaya macet di saat revolusi, ia diajak Djamaluddin Malik untuk memperkuat rombongan Pantja Warm, tapi baru sebulan main, seluruh anggota dijebloskan dalam tahanan Belanda karena urusan pribadi. Bebas dari tahanan, pulang kampung karena dilarang tinggal di kota oleh Belanda. Di Solo sempat bergabung dengan sandiwara Deliana, 1948 ketemu lagi dengan Fred Young yang kemudian mengajaknya ke Jakarta untuk main dalam film Djembatan Merah (1950). Setelah itu menyusul main dalam film-film Bintang Surabaya 1951 (1950), Mirah Delima (1951), Kumala Dewa Dewi (1952), Putri Solo (1953), Adios (1954), Tamu Agung (1955), Neng Atom (1956), Bunga Samurai (1958), 50 Megaton (1961). Ketika karirnya di film mulai merosot, kembali Fred Young hadir sebagai dewa penolong yang memberinya sebuah rumah dan modal, yang dipergunakan Kuncung untuk berjualan nasi gudeg. 1973, diajak main dalam Sebatang Kara, menyusul Kuntilanak (1974), Putri Solo (1974) dan Aku Mau Hidup (1974). Sebagai seniman tiga jaman, dia mendapat piagam penghargaan dari Pemerintah Daerah Jakarta Raya, 1971.
Sumber: Apa Siapa Orang Film Indonesia 1926-1978. Disusun oleh Sinematek Indonesia. (Jakarta : Yayasan Artis Film dan Sinematek Indonesia, 1979)