"Selama dua tahun saya menjadi juri film pendek FFI, pendapat saya masih sama, kalau ingin menonton film Indonesia, maka tontonlah film pendek," jelas Dimas Jayasrana, anggota Dewan Juri Film Pendek FFI 2011. Hal tersebut ia sampaikan pada acara à courts d’écran yang memutarkan film pendek unggulan FFI 2011, Sabtu, 14 Januari 2012 di Institut Français Indonesia (IFI) Jakarta. Dimas juga mengutarakan, "Ini karena film pendek sangat menggambarkan Indonesia, memiliki keterbukaan isu dan kemungkinan cerita yang dihantarkan tidak dapat dijumpai di film panjang. Saya sendiri tidak tahu apakah film panjang akan memberikan kesempatan untuk film semacam Say Hello to Yellow, yang sama sekali tidak heroik, dengan karakter tokoh utama yang lebih merupakan pecundang." Dimas menjelaskan bahwa pemutaran dan diskusi yang diinisiasi oleh para juri FFI kategori film pendek tersebut direncanakan akan berjalan juga di tempat lain di masa mendatang.
Salah satu perwakilan juri, Adrian Jonathan Pasaribu menjelaskan koridor penilaian film pendek pada FFI 2011 kemarin. "Di awal proses penilaian, kami menentukan koridor penilaiannya, beberapa di antaranya adalah teknis audio-visual, kekuatan penggunaan medium film pendek, penceritaan, dan sikap dasar yang dimiliki oleh film tersebut," jelas Adrian. "Dari 98 film yang masuk, akhirnya kita bisa melihat bahwa para pembuat film pendek masih terjebak dengan televisi sebagai referensinya. Selain itu banyak sekali pembuat film yang bicara tentang nasionalisme tetapi semuanya masih terjebak dengan penyimbolan dengan menggunakan bendera dan memakai batik," tambahnya.
Komitmen IFI
Dimas yang juga Wakil Atase Kebudayaan IFI memaparkan program IFI untuk film Indonesia, "Sederhananya hanya membuka ruang tayang untuk film pendek Indonesia. Program jangka panjang dengan à courts d’écran ini, adalah untuk menyusun database film-film pendek yang pernah diputar, nantinya akan dibutuhkan baik oleh para murid, maupun untuk kepentingan penelitian." Untuk pengembangan film pendek di Indonesia, beberapa kali IFI mengirimkan penggiat film pendek ke Prancis, yang nantinya diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap personal/kelompoknya agar dapat mengembangkan apapun yang telah dibuat untuk film pendek. Untuk pemutaran film reguler, IFI bekerja sama dengan Sinematek Indonesia juga sedang mempersiapkan program Sinema Klasik Indonesia. Pemutaran film Indonesia dari beberapa era tersebut akan berjalan sekali sebulan.
Di luar pemutaran reguler, IFI memiliki komitmen untuk bekerja sama dengan struktur perfilman Indonesia, siapapun atau apapun, tidak terikat dengan pemerintah dan profesional. Untuk para pembuat/profesional film misalnya bantuan evaluasi dalam pengajuan proposal untuk pendanaan di setiap tahapan produksi, bantuan pendidikan baik itu sekolah, workshop, masterclass, atau proyek. "Kami punya semacam koridor, apa yang baik untuk film Indonesia pasti baik juga untuk film Prancis. IFI tidak lagi berbicara bagaimana mengenalkan film Prancis di Indonesia, tetapi juga film Indonesia di Prancis, karena harus berjalan dua arah," tegasnya.