Setelah tertunda setahun, Kongres Persatuan Produser Film Indonesia (PPFI) diselenggarakan di Hotel Oria, Jakarta Pusat, 17 September 2015. Ketua Umum periode 2011-2014 Firman Bintang terpilih kembali untuk memimpin perkumpulan yang didirikam 1956 dan pada 1976 dikukuhkan Menteri Penerangan sebagai satu-satunya organisasi di bidang produksi film nasional itu. Kini PPFI bukan lagi satu-satunya karena pada 17 Oktober 2013 sebanyak 26 produser mendirikan Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi).
Dalam sesi pemilihan ketua umum, 50 dari 59 anggota PPFI (satu terlambat hadir hingga suaranya tidak ikut dihitung) memilih tiga formatur dengan suara terbanyak, yaitu Firman Bintang (Mitra Pictures/BIC Production, 19 suara), Ody Mulya Hidayat (Maxima Pictures, 11 suara), dan Chand Parwez Servia (Starvision, 5 suara). Manoj Punjabi (MD Pictures) yang memperoleh suara sama dengan Chand Parwez mengundurkan diri. Tapi rapat formatur untuk memilih ketua umum (Ketum) tidak berlangsung mulus. Menurut Ody Mulya Hidayat, "Firman Bintang yang semula menyatakan tidak mau menjadi Ketum lagi tiba-tiba berubah. Rapat formatur deadlock. Saya dan Parwez menyatakan mundur dari formatur bila dipaksakan. Firman Bintang kemudian secara sepihak mengumumkan diri sebagai Ketum ke forum kongres, padahal itu bukan keputusan tim formatur."
Buntutnya, masih menurut Ody, "Dengan begitu kami mengambil sikap untuk keluar dari PPFI karena rapat tim formatur tersebut telah menunjukkan sikap otoriter dan tidak lagi menghargai formatur yang ada. Padahal formatur dibuat untuk bermusyawarah dan menghasilkan keputusan bersama." Belakangan beredar informasi Chand Parwez Servia hanya mundur dari tim formatur dan kepengurusan PPFI, sedangkan Ody Mulya Hidayat juga keluar dari PPFI. "Ke depan saya akan fokus membuat film-film berkualitas. Yang penting kita harus selalu kompak, dan kompak kan tidak selalu harus berorganisasi, bisa juga melalui jalan independen. Ada atau tidak ada organisasi, film dan industri tetap berjalan. Saya tetap menghargai keputusan kongres, dan saya juga merasa tidak punya cukup waktu sekarang ini," jelas Ody.
Firman Bintang tidak bersedia menanggapi detail persoalan itu. "Saya tidak akan mengomentari komentar orang lain, karena cuma berbalas omongan saja. Saya lebih baik memberikan fakta buat menjelaskan," katanya. Ia kemudiam memperlihatkan surat dengan tulisan tangan yang ditandatangani Chand Parwez dan Ody Mulya. Ditujukan kepada "Ketua Umum PPFI Periode 2015-2108" dalam surat itu tertulis "Sehubungan dengan kesibukan kami berdua dalam memproduksi film, maka dengan ini kami mengundurkan diri dari kepengurusuan di periode ini." Dalam kepengurusan sebelumnya (periode 2011-2014), keduanya menjabat Ketua Bidang Peredaran & Pemasaran serta Sekretaris Jenderal.
Kepada FI, Firman Bintang menjelaskan pertimbangannya untuk kembali memimpin PPFI. "Selama empat tahun ini saya sudah gagal melakukan kaderisasi dan regenerasi. Memimpin PPFI atau organisasi perfilman lainnya tidak hanya memerlukan kemampuan, tetapi juga komitmen besar dan pengorbanan waktu. Organisasi tidak bisa dijalankan setengah-setengah. Dari dulu kan terlihat, cuma 'orang gila', orang yang mau bekerja buat kepentingan orang lain, yang sanggup mengurus organisasi perfilman." Ia berjanji akan merekrut dan menggembleng produser-produser generasi muda dalam kepengurusan periode 2015-2018 agar mereka siap dan mampu menjalankan roda kepengurusan PPFI tiga tahun mendatang.
Di samping pemilihan Ketum, Kongres PPFI juga memberikan mandat kepada pengurus baru untuk memperjuangkan pemberlakuan Undang-undang (UU) No. 33 Tahun 2009 mengenai Perfilman secara penuh, terutama yang berkaitan dengan produksi dan peredaran film. Sampai saat ini, selain pembentukan Lembaga Sensor Film (LSF) baru dan Badan Perfilman Indonesia (BPI), belum satu pun peraturan pemerintah (PP) dikeluarkan sebagai pedoman pelaksanaan pasal-pasal dan ayat-ayat dalam UU tersebut.
Firman Bintang juga menyatakan pengurus baru tetap akan setia pada komitmen awal pendirian organisasi untuk memberi perlindungan dan kenyamanan kepada seluruh anggota dalam berproduksi dan memasarkan film-filmnya. Tentang pertanyaan apa sesungguhnya fungsi PPFI sekarang, keluhan sebagian anggota yang selama ini tidak pernah merasa memperoleh benefit atau kenyamanan, juga tudingan bahwa PPFI hanya milik segelintir orang yang memiliki kepentingan sendiri, ia menyakinkan bahwa selama keinginan dan permasalahan anggota menyangkut kepentingan industri, produksi, dan peredaran film, sejak dulu PPFI senantiasa membantu. "Tapi kalau masalahnya sekadar persoalan dagangannya sendiri ya mohon maaf saja, PPFI tidak akan mungkin membantu," tukasnya.
Ia kemudian mencontohkan keberhasilan pengurus PPFI mendapatkan pengembalian sebagian pajak tontonan di wilayah DKI Jakarta yang bahkan dinikmati oleh seluruh produser film nasional. Dalam usaha memberlakukan UU perfilman baru, ia memberi contoh lain, PPFI telah mengirim surat meminta Presiden Joko Widodo turun tangan langsung. Minggu lalu ia telah diterima oleh staf kepresidenan dan tinggal menunggu waktu buat beraudiensi dengan presiden.
Kongres PPFI yang berlangsung sehari penuh itu juga memutuskan untuk mengembalikan nama organisasi menjadi "Persatuan Perusahaan Film Indonesia" sebagaimana saat didirikan. Dalam kongres tahun 2007, nama tersebut diubah menjadi "Persatuan Produser Film Indonesia". Di samping itu kongres kemarin juga merekomendasikan pengurus baru untuk mengambil alih penyelenggaraan Festival Film Indonesia (FFI), yang menurut catatan sejarah mereka pertama kali diadakan oleh PPFI dan Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI). "Istilahnya bukan diambil alih. PPFI nanti akan berdialog dengan pemangku kepentingan FFI lain. Intinya bagaimana supaya FFI berlangsung dengan baik dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan perfilman Indonesia," jelas Firman Bintang.