Bertolak dari tema Apresiasi Film Indonesia 2015, "Daya Budaya Sinema Indonesia," Dewan Juri yang terdiri dari Budi Irawanto (ketua), RB Armantono, Panji Wibowo, Otty Widasari, St Sunardi, Tika Bisono, Yan Wijaya, melihat pentingnya memberikan apresiasi pada budaya sinema yang menopang perkembangan film Indonesia.
"Kami memberikan apresiasi yang tinggi pada setiap ikhtiar yang dilakukan oleh pihak mana pun, baik perseorangan maupun kolektif, yang terus menghidupkan, memajukan dan membarui budaya sinema Indonesia. Oleh karena itu, AFI tidak hanya memberikan penghargaan pada karya sinematik semata tetapi juga pada komunitas penggiat film, lembaga pendidikan film, pemerintah daerah dan media cetak yang ikut memberi sumbangan bagi kemajuan perfilman Indonesia," begitu salah satu butir pernyataan Dewan Juri.
Tahun ini, Apresiasi Film Indonesia memberikan empat penghargaan baru, yakni Apresiasi Film Biografi, Apresiasi Pemerintah Daerah, Apresiasi Kritik Film dan Apresiasi Kajian Akademik
Beberapa catatan
Di tengah kecenderungan umum film Indonesia yang mengangkat tema urban, kelas menengah dan remaja dan mendramatisasi persoalan remeh-temeh, Siti karya Eddie Cahyono, pemenang kategori fiksi panjang, tidak terjebak ke dalam kecenderungan melodramatis yang sentimental dalam menggambarkan beratnya pergulatan hidup tokohnya.
Sementara Takut Denda karya Arief Rakhman Muallim, pemenang kategori fiksi anak, mendedahkan kritik terhadap institusi pendidikan yang direpresentasikan oleh keberadaan perpustakaan sekolah yang cenderung menekankan sanksi bagi pelanggaran ketimbang dorongan agar mencintai dan membaca buku sebagai bagian esensial dalam proses belajar.
Pemerintah Daerah Yogyakarta (Pemda DIY) mendapat penghargaan karena menempatkan pengembangan film sebagai salah satu misi strategisnya. Pemda DIY (lewat Seksi Perfilman) telah mempersiapkan program-program yang impresif yang meliputi penelitian/pemetaan, produksi film, pameran, sampai dengan festival film.
Selain itu, program film Fakultas Komputer dan Media di Universitas Bina Nusantara dianggap salah satu program studi yang cukup menjanjikan dalam pengembangan budaya film di Indonesia. Sejak awal program ini sudah memfokuskan pada dua bidang: produksi film dan kajian film. Keunikannya ini diganjar dengan penghargaan Apresiasi.
Dan yang menarik adalah Montase, komunitas film independen yang berdiri sejak tahun 2005 di Yogyakarta dan masih aktif hingga sekarang. Penghargaan diberikan karena komunitas ini memperlihatkan kesadarannya akan arti penting edukasi, sehingga salah satu programnya adalah penerbitan buletin, yang kemudian dilanjutkan dalam bentuk blog.
Sebagai kegiatan komunitas juga awalnya, penghargaan juga diberikan pada Festival Film Purbalingga (FFP) karena ikut mendorong perubahan sejarah film di Indonesia. Film ternyata bisa menjadi budaya rakyat. FFP begitu dekat dengan rakyat sekaligus independen dari penguasa, juga bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang tentang bentuk festival film yang partisipatoris dan emansipatoris.
Apresiai kritik film diberikan kepada Makbul Mubarak, salah satu di antara sedikit penulis film di Indonesia yang secara konsisten menapaki jalur kritik. Tulisan-tulisannya sarat dengan kesadaran konseptual sehingga tidak hanya lugas dan analitik, namun juga mampu mengajak pembaca untuk memasuki cakupan perdebatan film yang lebih luas.
Adi-Karya
Peraih penghargaan kategori adi-karya adalah Cinta Dalam Sepotong Roti (1991) karya Garin Nugroho. Film ini dianggap menjadi penanda lahirnya cara bertutur baru pada masanya. Film ini tidak hanya menyajikan gambar yang puitis sekaligus kaya akan simbol, tapi juga menawarkan gaya tuturan yang segar serta tak sekadar mewarisi gaya pendahulunya. Film ini juga menjadi penanda penting lahirnya karya sinematik dari generasi 'sekolahan' dalam lanskap perfilman Indonesia.
Sementara penghargaan Adi-Insani diberikan pada David Albert Peransi atau DA Peransi (1939-1993), yang disebut sebagai tokoh perfilman lengkap. Selain fotografer, pelukis dan pembuat film, Peransi juga dikenal mumpuni di bidang teori dan kritik film. Reputasinya diakui tidak hanya di Indonesia, namun juga di luar negeri. Dari tahun 1970 sampai 1975 dia menjadi juri di berbagi festival internasional seperti di Oberhausen, Mannheim dan Laren. Pada tahun 1978 Peransi mengajar di jurusan Cinema Studies di New York University, Amerika Serikat. Peransi juga memberi perhatian yang pada film dokumenter dan eksperimental yang acap tersisih dari liputan media massa dan perayaan pada film fiksi komersial.
Penghargaan baru lain yanag diberikan kali ini adalah Kajian Akademis. Penelitian dengan tajuk Representasi Tragedi 1965 dalam Film (Antropologi Media dan Film-Film Bertema Tragedi 1965) oleh BI Purwantari merupakan inisiatif yang menarik sekaligus menantang dalam kajian film secara akademis. Berkat film, perkara-perkara di sekitar peristiwa 1965 kini tidak lagi dibicarakan dengan satu suara melainkan beragam. Perbincangan tentang peristiwa 1965 mencapai fase baru ketika terjadi perubahan politik di negeri ini pada 1998. Fase baru ini ditunjukkan oleh Purwantari lewat peristiwa-peristiwa filmis dalam sejumlah film yang ia baca sebagai bagian tak terpisahkan dari bangsa ini yang sedang mencoba berdamai dengan salah satu masa lalunya yang traumatik.
Daftar lengkap peraih penghargaan Apresiasi Film Indonesia 2015:
Fiksi Panjang: Siti karya Eddie Cahyono
Fiksi Anak: Takut Denda karya Arief Rakhman Muallim
Fiksi Pendek Kategori Umum: Lemantun karya Wregas Bhanuteja
Fiksi Pendek Pelajar: Ijolan oleh Eka Susilowati
Dokumenter Kategori Umum: Tumiran karya Vicky Hendri Kurniawan
Dokumenter Kategori Pelajar: Jenitri karya Insan Indah Pribadi
Film Biografi: Merry Riana (Mimpi Sejuta Dolar) karya Hestu Saputra
Pemerintah Daerah: Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta
Lembaga Pendidikan Film: Fakultas Komputer dan Media Universitas Bina Nusantara
Komunitas Film: Montase
Festival Film: Festival Film Purbalingga
Kritik Film: Makbul Mubarak
Media Cetak: Majalah berita mingguan Gatra
Poster Film: Poster film Siti karya AC Andre Tanama
Adi-Karya: Cinta Dalam Sepotong Roti (1991) karya Garin Nugroho
Adi-Insani: David Albert Peransi (1939-1993)
Kajian Akademis: Representasi Tragedi 1965 dalam Film (Antropologi MediaA dan Film-Film Bertema Tragedi 1965) oleh BI Purwantari