Artikel/Berita Pemprov DKI Kembalikan 75% Pajak ke Produser

Berita 26-09-2012

Selangkah lebih maju dari pemerintah pusat yang belum melaksanakan pasal-pasal yang memihak film nasional dalam UU Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 115 Tahun 2012 tentang Pembebasan Pajak Hiburan untuk Produksi Film Nasional. Peraturan ini ditetapkan tanggal 12 September 2012, dan berlaku surut mulai 17 Agustus 2012.

Ketentuan baru tersebut mengatur pengusaha bioskop yang memutar film di wilayah DKI Jakarta untuk mengembalikan 75% dari pajak hiburan atau pajak tontonan (sebesar 10% dari seluruh pemasukan hasil penjualan tiket masuk), yang mestinya disetor ke kas Pemprov sesuai Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2010, kepada produser film nasional.

Pergub yang, sesuai namanya, memperlihatkan keberpihakan kepada film nasional dengan memberikan perlakuan yang berbeda dibanding film impor ini lahir antara lain karena desakan Persatuan Produser Film Nasional (PPFI). "Dimulai dari kekhawatiran PPFI dengan kenaikan HTM bioskop. Minat penonton film Indonesia semakin menurun dibanding film asing, ditambah HTM yang sama tinggi, membuat keinginan untuk menonton film Indonesia menjadi lebih kecil. Keuntungan untuk para produsen film pun lebih sedikit karena pajak hiburan yang besar dan seluruh biaya promosi dibebankan kepada mereka," jelas Ketua Umum PPFI, Firman Bintang, Rabu 26 September 2012. Ia mengaku lega dengan respons yang cepat dari Pemprov DKI dalam menanggapi keprihatinan PPFI itu, dan menyatakan sedang melakukan pendekatan ke pemprov lain untuk membuat kebijakan serupa.

Selama ini produser mendapat bagian 50 persen dari pendapatan bersih, yaitu seluruh hasil penjualan dikurangi 10 persen pajak hiburan. Selain itu, bagian produser masih dipotong biaya promosi, antara lain untuk pemasangan iklan di media cetak. Jadi misalnya jika sebuah film ditonton 100 ribu orang, maka dengan asumsi 35% berasal dari bioskop di Jakarta (54 dari 145 bioskop milik jaringan 21/XXI) dan rata-rata per tiker Rp 22 ribu, diperoleh pemasukan kotor Rp 770 juta.

Setelah dipotong pajak, produser mendapat bagian Rp 356,5 juta sebelum dikurangi biaya promosi. Dengan aturan baru ini, produser mendapat tambahan Rp 57,75 juta dari pengembalian 75% pajak hiburan, atau kenaikan sebesar 16%. Di Blitz Magaplex perhitungannya sama kecuali pendapatan rata-rata per tiket lebih tinggi dan tanpa potongan biaya promosi.

Meskipun demikian, "Saya belum tahu bagaimana nanti mekanisme pengembalian pajaknya," kata Zairin Zain, produser PT Demi Gisela Citra Sinema yang filmnya, Tanah Surga… katanya, ditayangkan di jaringan 21/XXI mulai 15 Agutus sampai dengan 11 September. Artinya, pajak selama 23 dari 25 hari penayangan film itu akan dikembalikan kepada perusahaannya.

Dalam pasal 3 ayat 2 disebutkan, "Kewajiban penyerahan hasil penerimaan pembebasan pajak hiburan dituangkan dalam perjanjian kerja sama antara pengusaha bioskop dengan Produser melalui PPFI". Oleh karenanya asosiasi produser tersebut, menurut Firman, siap berkoordinasi dengan Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI).

"Kami masih menunggu perhitungan HTM setiap film yang masih dan mulai beredar sejak 17 Agustus tahun ini. Perhitungan sedang dilakukan oleh GPBSI. Setelah selesai, nanti kita panggil para produser yang berhak menerimanya," kata Firman.

Bagaimana dengan para produser yang bukan anggota PPFI? "Tentu tetap kami panggil, karena ini hak mereka," jawabnya.

Sementara Chaterine Keng, Corporate Secretary Cinema 21/XXI, mengatakan pihaknya masih menunggu keluarnya peraturan pelaksanaan dari Kepala Dinas Pelayanan Pajak. Jadi ia belum mengetahui apakah pengembalian pajak itu nanti dilakukan melalui pemprov, PPFI, atau langsung oleh bioskop.

"Kami sudah mulai memisahkan catatan dan perhitungan untuk film-film yang tayang di Jakarta mulai 17 Agustus," jelasnya. Sementara ini produser masih menerima revenue sharing seperti biasa, dan baru akan menerima haknya setelah mekanisme pengembaliannya ditetapkan.

Sebaiknya, pengembalian itu langsung dilakukan oleh bioskop bersamaan dengan pembayaran bagi hasil pendapatan, hingga tidak berbelit-belit prosedurnya. Bioskop tinggal menyetor sisa pajak hiburan yang 25% ke Dinas Pajak DKI.