Firman Bintang, Ketua PPFI baru hasil kongres Maret lalu, membenarkan rumor yang beredar tentang adanya pungutan peredaran film Indonesia di wilayah Jawa Barat sebesar 5% dari bagian yang diperoleh produser. “Alasan potongan itu untuk operasional. Sekitar April-Mei ini, kami akan menghubungi pihak bioskop daerah Jawa Barat dan mendiskusikan hal ini” jelas Firman. Ia juga menambahkan bahwa selama ini para produser harus menanggung sendiri biaya promosi ke tiap daerah. Hal tersebut dianggapnya sudah cukup berat.
Firman Bintang menjelaskan bahwa fokus penting dari Persatuan Produser Film Indonesia adalah ikut andil dalam pembenahan tata edar film. Menurutnya, para produser sering tidak mendapatkan kepastian jadwal dari pihak bioskop. “Dari sekitar 80 judul film Indonesia yang beredar setiap tahun, 75% di antaranya ‘kelaut’ (rugi)”, ujarnya. Hal inilah yang membuat banyak rumah produksi gulung tikar.
Permasalahan etika bagi para produser juga dimasukan kedalam fokus agenda. Hal ini sejalan dengan permasalahan banyaknya film yang memberikan pengaruh buruk pada masyarakat. Fokus lainnya juga advokasi untuk para produser yang bergerak di ranah televisi, karena dalam beberapa kasus ditemukan tindakan pemilik stasuin televisi yang merugikan rumah produksi.
Tanggal 9 Maret 2011 lalu Persatuan Perusahaan Film Indonesia melakukan Kongres ke 18 untuk memilih pengurus baru serta menyusun program kerja. Salah satu putusannya adalah mengubah nama organisasi yang awalnya Persatuan Perusahaan Film Indonesia menjadi Persatuan Produser Film Indonesia. Susunan pengurus lengkap dan program kerjanya bisa dibaca berikut ini.
Pengurus PPFI 2011 – 2014
Pengurus Pusat
Ketua Umum
:
Ketua Bidang Produksi
:
Ketua Bidang Tata Edar
:
Ketua Bidang Festival dan Hubungan Luar Negeri
:
Ketua Bidang Organisasi
:
Sekretaris Jenderal
:
Wakil Sekretaris Jenderal
:
Bendahara
:
Wakil Bendahara
:
Dewan Pertimbangan Organisasi
Ketua
:
Anggota
:
Anggota
:
Program Kerja
- Menciptakan komunikasi yang efektif antar Pengurus maupun anggota.
- Memperjuangkan keringanan bea masuk hingga 0% untuk bahan baku dan peralatan produksi.
- Memperjuangkan insentif pajak produksi dan mengupayakan agar pajak film nasional lebih rendah dari pajak film impor.
- Berperan aktif dalam pembentukan Badan Perfilman Indonesia (BPI) sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman.
- Memperjuangkan hak produser mengenai copy rights maupun intelectual rights pada saat terjadi kerjasama dengan lembaga penyiaran atau stasiun televisi mupun media lain.
- Mencegah terjadinya praktek monopoli dan oligopoli yang mungkin terjadi baik di lembaga penyiaran maupun bioskop maupun medium lainnya.
- Pro aktif dalam menyusun sistem tata edar film seperti yang diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman.
- Menciptakan transparansi informasi mengenai jumlah penonton dari setiap judul film Indonesia yang beredar kepada anggotanya maupun masyarakat.
- Berperan aktif meningkatkan apresiasi film di masyarakat yang akan menumbuhkan pertumbuhan pasar film Indonesia.
- Mendorong pemerintah untuk membangun sarana dan prasarana Sinematek Indonesia.
- Berkewajiban memberi bantuan hukum apabila ada persoalan yang dihadapi oleh anggota.
- Berperan aktif untuk menyusun Peraturan Pemerintah mengenai Lembaga Sensor Film.
- Berperan aktif dalam memberantas pembajakan.
- Berperan aktif dalam menumbuhkan dan membangun bioskop di seluruh kota Kabupaten di Indonesia.
- Memperjuangkan adanya standarisasi kontrak artis dan karyawan film.
- Untuk terlaksananya maksud tersebut di atas perlu ada perubahan tentang kewajiban anggota dalam hal membayar iuran atau herregistrasi yang akan disesuaikan dengan kebutuhan Pengurus.