Merasa diperlakukan tidak adil, produser film Firman Bintang menarik filmnya, Kerasukan, yang baru beredar Kamis lalu (25/4) dari peredaran di seluruh Indonesia mulai Sabtu 27 April 2013. Tindakannya yang layak disebut boikot ini disampaikan kepada pengurus Jaringan Cineplex 21 lewat Blackberry Messenger. “Ini kondisi darurat dan harus saya sampaikan dengan cepat,” kata Firman. “Toh alat komunikasi ini terekam dan tercatat dengan baik, hingga bisa dijadikan bukti tertulis.”
Ia merasa harus mengambil tindakan ini karena menganggap perlakuan jaringan Cineplex 21 tidak adil. Dua alasan dikemukakannya, “Biasanya film impor beredar pada hari Jumat, satu hari setelah peredaran film nasional baru pada hari Kamis, dan penggunaan 355 layar hanya untuk satu judul film impor, Iron Man 3.”
Firman, yang juga menjabat Ketua Persatuan Produser Film Indonesia (PPFI) dan Sabtu siang (27/4) berada di Bandung, juga menyatakan akan sesegera mungkin mengadakan rapat pengurus PPFI, agar organisasi itu bisa mengambil sikap. “Sebagai Ketua Umum PPFI, saya menghimbau kepada seluruh produser, khususnya anggota PPFI, menghentikan produksi layar lebarnya,” katanya.
Surat Firman selengkapnya sbb: (salah ketik dan singkatan diperbaiki)
Kepada Saudara Sunaryo. Ass wr wb, karena melihat adanya pengaturan tata edar yang semakin tidak sehat dan tidak fair yang dijalankan oleh pihak 21, dimana biasanya film impor beredar pada hari Jumat, satu hari setelah peredaran film nasional hari Kamis, dan penggunaan layar satu judul film impor yg sekarang tengah beredar Iron Man 3 diatas 355 layar. Untuk itu saya dengan tegas meminta kepada Pak Naryo, terhitung mulai hari ini, Sabtu 27 April 2013, pukul 10.00 WIB untuk menghentikan/menarik peredaran film saya Kerasukan dari seluruh bioskop yang ada di seluruh Indonesia! (Tembusan Harris Lasmana)
Dan apabila permintaan kami ini tidak diindahkan, saya akan melakukan protes dan tindakan hukum. Sebab akibat perbuatan, pengaturan tata edar film yg tidak sehat dan tidak fair berakibat hancurnya peredaran film produksi saya, Kerasukan.
Mulai ditarik
Atas ancaman produser film Kerasukan itu, jaringan Cineplex 21 berangsur-angsur mulai menarik film itu dari peredaran sejak jam tayang kedua. Hasil pengecekan FI di beberapa bioskop Jakarta sbb:
- 13.30 Jatos: Kerasukan berhenti diputar, diganti Iron Man 3
- 14.06 Blok M Square: Kerasukan berhenti diputar, diganti Iron Man 3
- 14.09 PIM 1: Kerasukan berhenti diputar, diganti Iron Man 3
- 14.15 Tamini: Kerasukan berhenti diputar, diganti Iron Man 3
- 14.17 Megaria: Kerasukan berhenti diputar. Pengurus bioskop tidak mau menjawab pertanyaan tentang film pengganti. Disarankannya tanya langsung manajernya, tapi manajernya sedang tidak di ruangannya.
Penggantian Kerasukan dengan Iron Man 3 ini menunjukkan reaksi darurat Cineplex 21, karena penggantian itu justru menambah jumlah layar yang menayangkan film yang jadi alasan boikot oleh produser Kerasukan.
Menurut catatan redaksi FI, pada Jumat 26 April 2013, Iron Man 3 tayang di 401 layar (21: 359 layar, Blitz: 42 layar) dengan 1.601 jam tayang. Pada Jumat itu juga diadakan tayang tengah malam, yang biasanya dilakukan pada Sabtu malam. Jumlah layar pada Jumat itu berarti ada penambahan 57 layar dan 229 jam tayang di 21 dan Blitz dibanding sehari sebelumnya.
Sebagai perbandingan pada Jumat 26 April 2013 film Indonesia yang beredar ada sembilan judul, tayang di 173 layar, dengan 761 jam tayang. Ini berarti, kalau dipukul rata, sembilan judul hanya tayang di 19 layar dengan 84 jam tayang masing-masing. Suatu perbandingan yang sangat timpang. Dan sangat jauh dari amanat Pasal 32 undang-undang film yang mewajibkan bioskop mempertunjukkan film Indonesia sekurang-kurangnya 60% dari seluruh jam pertunjukan yang dimiliki.
Pada diskusi 16 April lalu berkenaan dengan Hari Film Nasional, berdasarkan data-data yang dimiliki redaksi FI, JB Kristanto, Editor FI, mencuplik data bulan Maret yang menunjukkan bahwa film nasional rata-rata tayang di 187 layar dengan 807 jam tayang. Ini berarti rata-rata 26 persen dari 721 layar 21 dan Blitz, dan 24 persen dari 3.605 tayangan per bulannya. Ditunjukkannya pula perlakuan-perlakukan “aneh” yang terjadi dalam peredaran film Indonesia, seperti pengurangan jam tayang di layar-layar tertentu yang tidak jelas alasannya dan lalu disisipi penayangan film asing.
Contoh yang diambil antara lain film terlaris 2012, Habibie & Ainun. Dari hari ke tujuh hingga hari ke delapan peredarannya terjadi penurunan jumlah layar dari 267 ke 239 atau turun 28 layar, dan jumlah jam tayang dari 1188 ke 967 alias turun 221 jam tayang. Hilangnya 28 layar itu berarti pengurangan 140 jam tayang. Di mana 81 jam tayang lain?
Pertanyaan: apakah produser cukup punya perhatian dengan pergerakan peredaran semacam ini? Atau bersikap pasrah? Apakah ini kesalahan administratif programmer, mengingat banyaknya judul film yang harus “diaturnya” setiap hari? Atau memang ada “kebijakan tertentu” dari ekshibitor?
Akhirnya sudah ada yang mulai ambil sikap. Akankah para produser lain menyusul?