Ada dua rumus yang dipakai produser untuk mengundang penonton datang ke bioskop sebanyak-banyaknya. Pertama: penggunaan judul yang mengundang senyum. Maka muncul judul-judul macam Mas Suka Masukin Aja, Pijat Atas Tekan Bawah, Suster Keramas, Darah Janda Kolong Wewe, dan Diperkosa Setan, sampai yang dipaksa harus ganti judul: Hantu Puncak Datang Bulan. Sejatinya kiat ini memang bukan hal baru. Di masa lalu film-film yang dibintangi Warkop DKI juga menggunakan cara serupa, sebut saja macam Maju Kena Mundur Kena, Kesempatan dalam Kesempitan, Depan Biasa Belakang Bisa, Atas Boleh Bawah Boleh. Belakangan, beberapa produser kembali menggunakan metode ini. Namun ada bedanya. Kali ini judul yang dipakai tak lagi sekadar mengundang senyum, melainkan ada konotasi nakal yang diselipkan. Maka muncullah judul Diperkosa Setan.
Kedua: penggunaan desas-desus yang berlebihan. Cara ini dilakukan dengan menyebar potongan video versi yang belum disensor dari film tersebut di situs-situs atau forum-forum yang potensial untuk mengundang penonton. Dari sinilah kehebohan itu dimulai. Tiba-tiba saja media, biasanya tayangan televisi atau media internet ramai memberitakannya. Jika perlu sampai harus mengundang ormas keagamaan untuk turut angkat bicara. Cara lain yang nyaris serupa adalah dengan menyebar foto-foto bugil atau nyaris bugil dari aktris yang tampil dalam film tertentu.
Salah satu film yang sukses di pasaran dengan bermain-main sensasi itu adalah Menculik Miyabi. Kontroversinya dimulai pada semester akhir tahun lalu. Saat itu muncul isu bintang porno Maria Ozawa akan tampil dalam film Indonesia. Publik geger seketika. Rencana produksi film yang dimaksud menuai penolakan dari banyak pihak. Rumah produksi Maxima Pictures konon membatalkan pembuatan film ini. Ternyata diam-diam film ini tetap diproduksi dan rilis di bioskop.
Hasilnya memang lumayan. Menculik Miyabiditonton 447.453 orang di bioskop tanah air. Ini merupakan rekor yang sulit dilakukan produser sepanjang tahun 2010. Filmnya sendiri menyodorkan cerita yang biasa-biasa saja. Produser hanya sekadar bermain di area abu-abu, agak nyerempet-nyerempet bahaya. Mengandalkan imajinasi (cabul) publik tentang seorang bintang porno, film ini seolah-olah menyodorkan lebih. Padahal nyatanya tidak juga demikian. Miyabi atau Maria Ozawa digambarkan sebagai sosok yang sopan sepanjang film.