Surat Kecil Untuk Tuhan (SKUT) sekali lagi membuktikan keampuhan “promosi” informal dari mulut ke mulut. Pengetahuan tentang film ini lebih mengandalkan internet sebagai basis promosi. Hal yang sama juga dilakukan oleh film Catatan Harian Si Boy (CHSB). Bedanya, kalau CHSB disambut dengan antusias dan meriah oleh media karena kaitannya dengan Catatan Si Boy produksi tahun 80-an, maupun karena kualitasnya yang dianggap memadai, maka SKUT hampir tidak dilirik, padahal dia memiliki “basis massa” 350.000 orang pembaca kisah film itu di blog penulis ceritanya. SKUT mengingatkan “nasib” film Ratapan Anak Tiri (1973), yang dicibir pengamat film maupun pedagang, tapi sangat diminati penonton hingga menjadi film terlaris tahun 1973, bahkan menjadi perintis jenis film-film ratapan. SKUT rasanya juga bisa dimasukkan ke jenis ratapan atau penguras air mata.
Itulah dua film nasional yang dianggap sukses dalam peredaran bulan ini. Dua-duanya bukan film horor, horor-komedi, maupun horor-seks, yang masih dianggap sebagai rumus laris oleh banyak produser. Dengan jumlah penonton yang masih terus meningkat, maka SKUT pasti masuk lima film peraih jumlah penonton tertinggi tahun ini. Dan dari lima tertinggi itu, hanya satu judul berjenis horor (lihat data penonton). Apakah ini pertanda surutnya film horor?
Dalam sebelas hari sejak awal edar tanggal 7 Juli 2011, Surat Kecil Untuk Tuhan (SKUT) telah ditonton oleh sekitar 429.000 orang. Ini berarti setiap harinya film ini ditonton rata-rata 39.000 orang. Pada minggu kedua, layar bioskop yang menayangkan film tersebut juga bertambah dari 60 menjadi 74 layar. Dengan ditayangkannya SKUT di Bogor, Cirebon, Tasikmalaya, Bekasi, Medan, dan beberapa daerah lainnya, jumlah copy film juga bertambah dari 46 menjadi 48 copy. Kabar terakhir menyebutkan bahwa sampai dengan Rabu 20 Juli 2011 jumlah penonton SKUT sudah lebih dari 500.000 orang.
Enam hari sebelum beredarnya SKUT telah beredar CHSB. Pada minggu keempat beredarnya, CHSB diputar di 46 layar bioskop jaringan 21 dan Blitz Megaplex. Meskipun rilis per satu Juli 2011, CHSB telah diputar pada pertunjukan tengah malam pada tanggal 25 Juni 2011, sehingga total telah beredar selama 22 hari. Sejak awal peredaran kabar yang berhembus, CHSB meraih 20.000 penonton per harinya. Kalau jumlah itu konstan sifatnya, maka diperkirakan jumlahnya telah mencapai 400.000 penonton pada minggu ketiga penayangannya. Bila dibandingkan dengan CHSB, rata-rata angka penonton harian yang diperoleh SKUT dapat dikatakan cukup tinggi.
Jejaring sosial
Dilihat dari cara promosi, keduanya cukup aktif dalam menggunakan jejaring sosial untuk mengajak sebanyak-banyaknya orang menonton. CHSB menggunakan akun twitter seolah-olah akun tokoh Boy yang menjadi ikon film tersebut. Sedangkan, SKUT lebih mengandalkan fanpage Facebook mereka, terutama untuk informasi kegiatan roadshow. Tidak hanya itu, keduanya memiliki perangkat pendukung di luar filmnya sendiri. CHSB mudah dikenal karena berkaitan dengan karakter dan kisah yang fenomenal di tahun 80-90an. Sedangkan SKUT berangkat dari kisah nyata yang ditulis dalam sebuah blog dan dijadikan novel.
Bercerita tentang kisah nyata Gita Sesa Wanda Cantika, SKUT pertama kali dikenal publik lewat sebuah blog milik kakak beradik Agnes Davonar dan Teddy Davonar. Setelah jumlah pembaca kisah SKUT di blog tersebut mencapai 350.000 orang, mereka memutuskan untuk menjadikannya sebuah novel. Hingga sekarang buku mereka masuk cetakan ke 17 dan terjual sebanyak 130 ribu copy.
Harris Nizam, sutradara sekaligus salah satu produser SKUT mengaku memiliki target penonton sendiri. Hal ini yang membuatnya memilih bioskop-bioskop tertentu. “Kebanyakan penonton usia SMP dan SMA. Pada awalnya, film ini ditempatkan di bioskop yang tidak saya pilih, seperti Plaza Senayan, Pondok Indah, Gandaria City, Blok M Plaza, dan Setiabudi. Bioskop itu bukan pilihan saya. Karena menurut saya penonton film Indonesia tidak ada di situ. Tapi, ternyata sekarang di bioskop-bioskop itu, SKUT belum turun. Pilihan saya sebenarnya yang middle, seperti Blok M Square, Citra XXI, pokoknya bukan mal-mal besar” ujarnya. Harris mengakui bahwa jumlah penonton yang banyak ini dikarenakan ceritanya yang kuat.
SKUT ternyata juga mendapatkan tawaran menonton film bersama, baik sebelum maupun sesudah rilis di bioskop. Beberapa tawaran ini berdatangan dari berbagai pihak. “Ada beberapa komunitas yang memiliki program nonton bareng dan memutar film SKUT. Ada juga gathering Yayasan Al Kamal dan Majalah Bobo juga. Jajaran pemerintah daerah, seperti Bupati dan anggota DPD di daerah juga menyelenggarakan acara nonton bareng. Buat kita sendiri itu membantu promosi mulut-ke-mulut.” Harris menjelaskan angka penonton dari beberapa acara seperti ini belum termasuk angka penonton yang ia dapat sekarang, karena angka itu nantinya akan ditambahkan ketika film SKUT selesai tayang.
Sampai saat ini jumlah penonton terbanyak di tahun 2011 dimiliki oleh Arwah Goyang Karawang yang mencapai 725.958 penonton. Dengan selisih angka 296.958 penonton, SKUT dapat melebihi angka penonton Arwah Goyang Karawang, apabila dapat mempertahankan setidaknya 30.000 penonton per hari dalam sepuluh hari ke depan.