"Musik itu lebih catchy untuk anak-anak, lebih universal dan mudah dicerna. Dengan tema yang agak berat, kita bisa lebih mudah menyampaikannya, mudah dimengerti dan menempel cukup lama di kepala penonton anak-anak," begitu sutradara Lasja F. Susatyo menjelaskan film musikal terbarunya Langit Biru. Menurut Lasja, Langit Biru pada awalnya bercerita tentang relasi anak dan ayahnya, namun berkembang menjadi permasalahan intimidasi di kalangan anak-anak. "Karena ini juga tentang dunia anak-anak, maka pertemanan di antara mereka juga menjadi elemen penting. Setelah kita melihat kembali ceritanya, ternyata bisa diangkat kampanye tentang anti-bully. Mungkin contoh masalah yang diangkat di sini sangat ringan, tapi tetap saja itu bentuk bullying. Masalahnya orang nggak pernah tahu batasnya bully itu seperti apa," katanya.
Beberapa dari pemain Langit Biru belum pernah bermain film sebelumnya. Dari mana Lasja mendapatkan pemainnya? "Saat Kalyana Shira Foundation menyelenggarakan KidsFFest, kita melakukan audisi di sana. Selain itu banyak juga dari kenalan-kenalan. Kita juga mencari dari teman-teman yang punya pengalaman panggung. Dari awal kita mencari pemain yang bisa menari dan menyanyi. Banyak anak-anak pemula yang belum pernah berakting di depan kamera, biasanya akting di teater sekolahnya." Setelah pemain terpilih, Lasja dan timnya juga sempat melakukan bongkar-pasang pemain, "Buat saya yang penting ada chemistry yang baik di antara mereka. Sejak awal kita bikin Gank Bully dan Gank Biru, lalu kita pasangkan anggotanya, kita lihat interaksinya. Beberapa kali kita bongkar pasang. Lumayan lama prosesnya, tapi anak-anaknya sendiri tidak menyerah, sampai dengan akhirnya dapat komposisi yang pas."
Setelah mendapatkan komposisi pemain yang baik, para pemain Langit Biru harus menjalani proses latihan intensif. "Satu setengah bulan mereka menjalani latihan menyanyi, tari, akting, juga renang. Dengan anak-anak yang belum pernah mengikuti proses yang sekian lama, intensitas sekian tinggi, hal ini cukup berisiko.Ternyata mereka fun saja mengikuti proses itu," Lasja menjelaskan. "Karena tarian dan nyanyian lebih mudah untuk diingat dan lebih menyenangkan daripada akting, maka pada saat pengambilan gambar, adegan menari dan menyanyi kita ambil lebih dulu. Setelah mereka paham bagaimana segala sesuatunya bekerja pada saat masa syuting, memahami calling-annya, maka seterusnya jadi lebih mulus ketika kita ambil adegan non-musikalnya," ujarnya.
"Apa yang membuat saya senang di sini adalah solusi permasalahan yang ditawarkan di film. Kata-kata seperti 'kawan bukan lawan' atau 'kita harus mengenal teman kita lebih dekat', pada akhirnya tidak hanya menjadi slogan, tetapi juga bisa menjadi solusi yang baik daripada hanya menyalahkan atau balas-membalas. Dengan kemasan seperti ini, mudah-mudahan anak-anak bisa menangkap pesan tersebut," harap Lasja.