"Saya tahu film saya tidak memiliki pesan moral, tetapi apakah film yang penuh dengan pesan moral namun tanpa hiburan itu bisa laku?" ujar KK Dheeraj ketika menggambarkan filmnya. Sejak tahun 2007, hingga sekarang, KK Dheeraj dengan K2K Production sudah menghasilkan 15 film. Ia berbicara tentang film sebagai bisnis yang bertujuan menghibur masyarakat.
KK Dheeraj memulai debutnya lewat film Genderuwo. Film tersebut menghasilkan 150.000 penonton. "Waktu itu saya tidak tahu apa-apa soal membuat film. Film kedua saya justru lebih sedikit penontonnya. Setelah saya mencoba di film ketiga, ternyata saya hoki di situ", kisahnya. Skandal Cinta Babi Ngepet, film keduanya, ditonton oleh 37.000 penonton, dilanjutkan dengan Mas Suka Mas Ukin Aja, yang ditonton sekitar 450.000 orang. "Sebenarnya kita tidak mau membuat film yang sensual. Seandainya yang laku itu film agama, saya akan bikin film agama," jelasnya.
Produser ini memilih cerita sesuai dengan keinginan pasar. Dasarnya riset penonton yang ia lakukan sendiri. Ia mengaku belum ingin memproduksi film yang diangkat dari novel, dengan alasan belum ada yang menawarkan novel yang terhitung laris kepadanya. "Kalau film dibuat dari novel yang biasa-biasa saja, risiko jatuhnya akan besar sekali," ujarnya.
Ia mengatakan bahwa saat ini ia sudah cocok dengan seorang penulis saja. Kenapa? "Untuk saya penulis itu sudah hoki saya." Sama seperti pemilihan penulis skenario, KK Dheeraj juga lebih suka bekerja dengan kru inti yang sudah pernah bekerja bersama sebelumnya. "Mereka memang bukan karyawan tetap di sini, tetapi karena mereka sudah memahami saya, akhirnya saya tetap memilih orang yang itu-itu saja," katanya.
Untuk pemain, selain memilih yang sesuai dengan kebutuhan cerita, KK Dheeraj juga mensyaratkan pemain dengan daya jual yang baik. "Walaupun pemain kelas B, tapi kalau bisa menjual dan cocok, kenapa tidak?" jelasnya. Ia juga tidak ragu menggunakan pemain-pemain dari luar Indonesia. Pada film Rintihan Kuntilanak Perawan, ia memasang Tera Patrick yang lebih dikenal sebagai bintang film porno. "Artis seperti Tera Patrick atau semacamnya, sebenarnya artis dunia. Di Belanda, DVD film-film mereka banyak dijual," ujarnya.
Ketika ditanyakan tentang modal rata-rata film produksinya, KK Dheeraj menjawab, "Kalau mengambil lokasi Jakarta saja dan tanpa pemain kelas dunia, standarnya sekitar 2-3 milyar". Pengeluaran terbesar menurutnya adalah untuk produksi dan cetak film. Jumlah keduanya mengambil porsi 70% dari keseluruhan modal. Dengan alasan harga cetak film yang mahal, KK Dheeraj melakukan perhitungan pada saat menentukan jumlah cetak film. "Kalau saya punya sosok pemain seperti Tera Patrick, saya yakin film akan laku. Saya bisa mengalokasikan satu milyar, hanya untuk membuat copy film saja," jelasnya. (Kalau betul demikian, maka dia membuat 166 copy film: biaya per copy Rp 6 juta dengan panjang tidak lebih dari 7.000 feet. Umumnya produser mencetak sekitar 40-60 copy.)
Untuk film terbarunya, Pocong Mandi Goyang Pinggul, KK Dheeraj melakukan shooting dua minggu di Amerika. Ia juga memasang artis Sasha Grey sebagai pemain. Meski menyatakan modal yang dikeluarkan lebih besar dari film-film sebelumnya, ia tidak mau menjawab jumlah persisnya. "Saya tetap masih bisa untung, karena selain diputar di bioskop, sudah ada lima negara yang membeli film ini: Tokyo, Amerika, Singapura, Brunei Darussalam, dan Malaysia. Kebanyakan untuk konsumsi DVD," tambahnya.
Sebagai produser, KK Dheeraj mengaku tidak pernah sengaja membuat kontroversi. Apa yang ia lakukan hanyalah memasukan elemen-elemen yang memiliki daya jual tinggi terhadap filmnya. "Contohnya kasus artis-artis luar indonesia seperti Tera Patrick kemarin, saya tahu akan ada banyak orang, bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di luar negeri yang akan suka kalau dia main di film saya", katanya. Ia menganggap kontroversi adalah sesuatu yang otomatis tumbuh sendiri.
KK Dheeraj juga merasa saat ini selera masyarakat mulai berubah. "Sekitar dua tahun yang lalu, masyarakat menyukai film yang pure horor, tetapi sekarang ini seleranya bergeser menjadi komedi horor. Terutama masyarakat yang ada di pinggiran Jakarta," jelasnya. Ia juga menegaskan, "Apa yang saya lakukan adalah murni bisnis. Dan saya akan tetap membuat film seperti sekarang ini, sampai film-film seperti ini tidak laku lagi.”