Pernah memerankan bintang sepak bola nasional Bambang Pamungkas dalam film Hari Ini Pasti Menang (2013), kali ini Ibnu Jamil berperan sebagai Reza, seorang pecandu maraton yang sudah sering menaklukkan lintasan-lintasan mancanegara dalam film terbaru buah karya sutradara Delon Tio, Mari Lari (2014).
Bagi pria yang kerap disapa Ijam ini, bermain dalam film bertema olah raga merupakan sesuatu yang senantiasa menarik. Pada Mari Lari, karakter Reza diceritakan sebagai pelari veteran yang baru saja menapaki lintasan maraton Angkor Wat, Kamboja. Sedangkan di kancah nasional, Reza juga cukup dikenal sebagai penggiat lari dari Indo Runners Club, sebuah komunitas masyarakat yang memiliki visi dan misi untuk menebarkan virus lari ke semua orang.
“Saya memang sudah berniat untuk ikut casting begitu tahu ada film tentang olah raga lari.” katanya sambil menyantap makan siang usai konferensi pers di Alegro Cafe, Epicentrum Walk. “Ceritanya menarik banget. Makanya tanpa pikir panjang saya langsung mengajukan diri untuk ikut kerja sama di film ini. Begitu proses casting berlangsung, saya mengincar karakter yang ada adegan larinya. Alhamdullilah sepertinya memang jodoh dengan karakter Reza di film ini.” sambungnya.
Berperan sebagai seorang olahragawan tentunya membutuhkan penampilan yang prima, serta tuntutan fisik tersendiri bagi seorang aktor. Untungnya tampilan postur tubuh pria yang sempat menjadi presenter acara olah raga di televisi ini cukup atletis. Sementara soal kondisi fisik, Ijam mengaku tidak ada persiapan fisik maupun latihan secara khusus di masa praproduksi, lantaran Ia sudah sering berlari dari tahun sebelumnya.
“Pertama-tama, ini film olah raga. Kedua, olah raganya lari. Film olah raga kan boleh dibilang sudah banyak. Ada yang tentang sepak bola, ada yang tentang bulu tangkis, bahkan ada yang tentang pencak silat dan ilmu bela diri. Nah, film tentang olah raga lari sendiri dulu pernah ada, judulnya Gadis Marathon (1981). Sekarang kita buat lagi film dengan tema lari karena momentumnya cocok.” paparnya.
Ijam juga mengungkapkan bahwa olah raga lari sedang naik daun di tengah masyarakat, setidaknya dalam lingkup masyarakat Jakarta. Bahkan lebih dari sekedar itu, tanpa makan waktu lama, kegiatan lari kemudian berkembang menjadi sebuah gaya hidup. Ijam menilai hal tersebut lewat menjamurnya festival ataupun acara-acara bertemakan lari maraton yang diadakan oleh berbagai macam kalangan dewasa ini, ditambah pula dengan jumlah partisipan klub-klub lari yang semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Antusiasme terhadap olah raga ini berhasil mendorong dan memotivasi tim produksi untuk menggarap film Mari Lari secara serius. “Seperti yang Pak Delon bilang, di film ini, semua orang yang terlibat, dari pemain sampai kru, minimal suka berlari. Itu yang bikin kami semangat.” imbuh Ijam.
Dalam pembuatan film berdurasi 107 menit ini, komunitas Indo Runners turut mengambil peran yang besar. “Mereka banyak membantu. Mulai dari workshop untuk persiapan lari, latihan lari bersama-sama, lalu mereka juga kasih tips bagaimana caranya agar dapat berlari jangka panjang, bagaimana mengakali stamina, macam-macam deh. Di film ini juga dijelaskan soal teknik-teknik lari itu seperti apa, sejarah maraton itu sendiri dari mana, supaya tidak gampang capek itu harus bagaimana, cara menyimpan tenaga bagaimana, jadi memang seluruh isi film ini, dari mulai dialog sampai adegan-adegannya, membahas tentang lari sampai detil. Olah raga lari tidak cuma jadi hiasan doang. Nah makanya kita terbantu banget sama anak-anak Indo Runners Club untuk soal itu.” kata Ijam.
Ada dua peristiwa besar yang muncul di layar, yaitu 10K Jakarta dan Bromo Marathon. Dengan kata lain, segenap tim produksi harus dapat menyiasati bagaimana caranya agar proses syuting tetap dilakukan tanpa harus mengganggu jalannya acara maraton yang sedang berlangsung. “Nah itu tuh tantangan yang cukup berat buat timnya Pak Delon.” Ijam tertawa.
“10K itu kan jarak tempuh yang boleh dibilang standar buat kebanyakan pelari, apalagi kalau pelari profesional. Mereka itu cuma butuh satu jam, nggak sampai segitu bahkan, banyak yang setengah jam udah berhasil finis. Itu jadi PR teknis kami, bagaimana caranya dalam waktu satu jam kami harus bisa mendapatkan sejumlah adegan yang penting. Misalnya pas starting point di Senayan, terus ada lagi kan adegan Dimas sama Oliv ngobrol di tengah lintasan, di tengah-tengah jalan bahkan, terus ada lintasan lari lain yang harus diambil juga untuk continuity, sampai penggambaran suasana sebelum dan sesudah Dimas mendapatkan medali, itu semua harus rampung dalam satu jam. Gimana nggak seru?” Ijam kembali tertawa puas.