Sejak ditinggal pergi istrinya, kesehatan Amak Baldjun mulai mundur. Aktor jempolan di kelompok Teater Kecil itu sempat dirawat di rumah sakit sehingga teman-temannya cemas. Tapi kemudian ia lolos dari lubang jarum. Hanya tubuhnya menjadi sangat ramping. Tapi senyumnya yang lebar dan tulus itu masih di situ. Pria kelahiran Surabaya pada 1942 itu seperti tak berubah. Ia tetap hadir sebagai sahabat sejati bagi yang mengenalnya.
Untuk sebuah kota seperti Jakarta, perubahan adalah sesuatu yang wajar. Tapi itu tak berlaku pada Amak. Apa yang ada padanya ketika masih malang-melintang di Yogyakarta semasa masih mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tak bergeser. Amak selalu spontan, tulus, gemar menolong tanpa pamrih. Ia seorang sahabat sejati. Goenawan Mohamad, salah seorang sahabatnya, memujinya sebagai orang baik yang mirip malaikat.
Tapi Senin subuh, 3 Januari, muncul SMS ke telepon para sahabatnya. Amak dinyatakan mengalami stroke dan berbaring koma di Rumah Sakit Thamrin. Dan cepat sekali kemudian, subuh hari berikutnya, sarjana hukum itu sudah pergi untuk selamanya.
Ketawanya yang begitu segar dan hangat tak akan terdengar lagi. Tapi para karyawan Taman Ismail Marzuki pasti tak akan bisa melupakan siapa lelaki yang mengendarai skuter Lambretta dengan perut mancung dan celana yang selalu merosot itu. Ia seorang pekerja yang sangat tinggi dedikasinya, yang jarang absen dalam berbagai event yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta.
Teater modern Indonesia kehilangan salah seorang putra terbaiknya. Amak adalah pemain papan atas yang tidak hanya berhasil di panggung, juga di layar lebar. Ia dinominasikan sebagai peran pembantu pria dalam film Janur Kuning, Yuyun, Sepasang Merpati, Cas Cis Cus, serta Ramadhan dan Ramona.
Almarhum telah membuktikan bahwa dasar-dasar yang kuat dari pembelajaran akting pentas tak bertentangan dengan akting film. Meskipun ia tak pernah merenggut Piala Citra, prestasinya yang stabil benar-benar menunjukkan kelasnya.
Amak juga pernah mengelola Kine Klub DKJ-TIM pada 1980, Wakil General Manager Bidang Artistik/Umum Pusat Kesenian Jakarta-TIM (1975-1982), kemudian konsultan bidang manajemen PKJ-TIM pada masa kepemimpinan Pramana Padmodarmaya (1991-1998). Sempat memangku jabatan General Manager PT Temprint dan menjadi Direktur Penerbit Buku Pustaka Firdaus.
Amak Baldjun dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur, 12 Juli 1942. Ia menempuh pendidikan formalnya di Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, dan LPPM Jakarta untuk bidang manajemen keuangan. Ia lebih dikenal sebagai seorang organisator, meski prestasinya cukup bagus dalam bidang teater ataupun film.
Amak Baldjun adalah kehilangan kita bersama. Akan lama kehilangan ini terasa, karena betapa sulitnya kini mencari pekerja yang tulus.
Dari majalah TEMPO edisi 10-16 Januari 2011. Tulisan ini dipublikasikan FI dengan seizin penulis.