Tinjauan Menilik Sosialita dalam Bejana Kaca

5/10 Adrian Jonathan Pasaribu 30-11-2011

Banyak yang bisa berubah setelah delapan tahun, tak terkecuali kehidupan para tokoh di Arisan! 2. Sakti (Tora Sudiro) dan Nino (Surya Saputra) tak lagi bersama, padahal mereka terlihat baru menjalin hubungan di akhir film pertama. Sakti kini menjalin hubungan dengan Gerry (Pong Harjatmo), pria setengah baya yang sudah beristri, sementara Nino dengan Octa (Rio Dewanto), seorang sosialita muda ibukota. Lita (Rachel Maryam), sepupu Sakti, kini sudah menetap di Jakarta dan bekerja sebagai seorang pengacara. Ia menolak menikah dan memilih membesarkan anaknya, Talu (Keiko Marwan), dengan teman-temannya. 

Andien (Aida Nurmala) juga dalam kondisi tanpa pasangan. Suaminya meninggal. Ia pun menjadi orang tua tunggal untuk kedua putrinya. Sehari-harinya, Andien bekerja sebagai event organizer, mulai dari pagelaran busana sampai perhelatan budaya. Ia terlibat kerja sama dengan Joy (Sarah Sechan), seorang ahli bedah plastik, yang punya kedekatan tersendiri dengan Ara (Atiqah Hasiholan), sponsor pribadinya. Meimei (Cut Mini) juga punya cerita sendiri. Berbeda dengan teman-temannya, ia memilih untuk menjauhi ibu kota. Rumah barunya adalah sebuah pulau kecil di Lombok, tempat ia menjalin relasi intim dengan Tom (Edward Gunawan), terapis pribadinya, dan Moli (Adinia Wirasti), seorang bartender. 

Satu hal yang tidak berubah adalah status mereka sebagai kelas atas. Nia Dinata menjaga konsistensi tematik dari cerita Arisan! delapan tahun silam. Penanda status sosial para tokoh disodorkan ke muka penonton sejak shot pertama, ketika Joy menyuntikkan botox ke dahi Ara. Seperti yang kita ketahui, botox adalah toksin yang dihasilkan bakteri clostridium botulinium, yang kerap dipakai untuk mengencangkan kulit. Harganya mahal dan khasiatnya hanya sementara. Oleh karena itu, penggunaan botox haruslah rutin agar penampilan tetap terjaga. Sudah jelas kalangan mana yang mampu mengusahakan botox secara rutin. 

Dalam shot yang sama, tercermin konflik utama film. Ada Andien yang sedang bicara dengan Joy dan Ara tentang sebuah liputan di majalah gaya hidup. Ara mau dirinya diliput dalam sebuah artikel yang menunjukkan kalau dia juga punya aspirasi artistik, bukan sekadar perempuan cantik dengan harta yang bergelimangan. Singkat kata, pencitraan. Ada perbedaan signifikan antara apa yang ada di permukaan dengan apa yang sebenarnya dipikirkan dan dirasakan. Perbedaan itulah yang menjiwai cerita Arisan! 2.

Sosialita dan Keintiman

Sekilas, Arisan! 2 mengingatkan akan Metropolitan, film karya Whit Stillman tahun 1990. Film tersebut turut mengedepankan simbol-simbol kelas atas. Penandanya adalah serangkaian pesta dan kumpul-kumpul pasca pesta. Filmnya sendiri verbal. Sepanjang cerita, para tokoh tidak punya pekerjaan lain selain mengobrol dalam dua acara itu. Melalui pertukaran dialog yang terjadi, penonton dapat memetakan siapa sebenarnya kawan dan siapa yang hanya menumpang berkawan. Wacana yang dikedepankan Metropolitan: tidak ada persahabatan yang abadi di kalangan sosialita elit. Hanya ada kepentingan abadi, yang seringnya tidak jauh dari citra dan posisi sosial dalam pergaulan. 

Arisan 2! menggunakan wacana serupa sebagai lanskap cerita. Caranya lebih visual. Kalau diperhatikan, kosa gambar film didominasi oleh long dan medium shot. Terlihat kalau pembuat film menekankan jarak. Dalam jarak, pengamatan mungkin terjadi. Bisa terlihat bagaimana sosialita kelas atas saling berinteraksi, dan bagaimana dialog di antara mereka cenderung hanya berbasis kepentingan. Secara bersamaan, pembuat film membiasakan penonton dengan jarak. Konsekuensinya: setiap extreme close-up mata maupun bibir terasa menganggu. Pasalnya, kedekatan kamera semacam itu jarang terjadi dan selalu muncul tiba-tiba di pertengahan adegan. Tidak ada pola yang pasti. Namun justru dalam jarak dekat ini, penonton bisa melihat kalau keintiman ternyata bisa terjadi, walau langka.

Dalam perspektif itulah, persahabatan para protagonis didedah. Merujuk pada akhir film pertama, para protagonis adalah sekelompok sosialita langka. Ada keintiman tersendiri antara Sakti, Nino, Lita, Andien, dan Meimei. Dalam adegan penutup film pertama, mereka semua bersama dalam satu bingkai, satu ruang yang harmonis. Dalam lingkungan yang bisa menghalalkan apapun di atas persahabatan, mereka memilih menjadi satu demi sesama. Kebersamaan spasial tersebut yang terpecah di awal Arisan! 2. Paling gamblang adalah Meimei, yang tak lagi berada di Jakarta. Di ibu kota, kawan-kawan tersebut terpisah oleh urusannya masing-masing. Pada dasarnya, Arisan! 2 adalah cerita tentang penyatuan kembali sekelompok kawan yang terpisah oleh ruang.

Parodi

Apabila mempertimbangkan tatanan sosial Indonesia, bisa dikatakan kalau Arisan! 2 turut bercerita tentang individu-individu negara dunia ketiga dengan kegelisahan negara dunia pertama. Para tokoh dalam film tak lagi ambil pusing soal isi perut. Sebaliknya, kekhawatiran mereka banal, setidaknya kalau dilihat dari perspektif kelas menengah-ke-bawah. Ada yang khawatir akan keriput yang mulai muncul di dahi mereka. Ada yang khawatir kalau sumbangannya tidak sebesar sumbangan orang lain. Ada yang khawatir kalau barang seni yang dibeli tidak semahal orang lain. Ada juga yang khawatir kalau tindakannya tidak cepat-cepat didokumentasikan dalam foto, untuk kemudian disebarkan via Twitter.

Dunia Arisan! 2 adalah dunia yang steril. Tidak ada kelas sosial lain yang ditampilkan pembuat film. Jangankan pengemis atau pengamen, orang biasa saja tidak kelihatan batang hidungnya. Dalam kasus ini, orang biasa adalah mereka yang masih terikat dengan kekhawatiran keberlangsungan hidup, tidak sebatas konflik moral yang mengerubungi para tokoh dalam cerita. Ketiadaan pembanding memposisikan subjek Arisan! 2, yakni kelas atas, dalam sebuah bejana kaca. Mereka terisolasi dalam realita yang diciptakan oleh lensa kamera. Dalam film, mereka tidak terkait oleh pengaruh dari kalangan sosial lain. Alhasil, aksi apapun yang mereka lakukan dalam film menjadi sesuatu yang sangat individual. Mereka ada dalam posisi bisa melakukan apapun, dan memilih untuk melakukan hal-hal banal dan sulit dinalar, setidaknya dari pandangan orang-orang yang masih terikat kekhawatiran perihal keberlangsungan hidup biasa. Parodi pun terjadi, yang konsekuensinya adalah komedi. 

Dalam memparodikan kelas atas inilah, Arisan! 2 memancarkan pesonanya. Nia Dinata fasih dengan simbol serta perilaku kelas atas, sehingga penggambaran yang ia tampilkan terlihat meyakinkan. Dalam sejarah sinema Indonesia, penggambaran kelas atas seringkali terjebak dalam gambar yang itu-itu saja, yang lama-lama menjadi karikatur tersendiri. Contohnya: sarapan roti dengan olesan selai dan jus jeruk, atau rumah besar dengan pembantu yang banyak. Nia Dinata adalah satu dari sedikit pembuat film Indonesia yang mampu melampaui penggambaran karikatural tersebut. Berkat kefasihannya tersebut, parodi kelas dalam Arisan! 2 menjadi sesuatu yang mengena dan tidak terasa mengada-ada.

Kelas atas bukanlah satu-satunya hal yang diparodikan oleh Arisan! 2. Beberapa kejadian di Indonesia belakangan ini tak luput dari perhatian, dari protes FPI terhadap penyelenggaraan Q! Film Festival, hingga penggunaan plastik oleh beberapa tukang gorengan. Bisa dipahami kenapa kejadian-kejadian kontemporer tersebut dimunculkan dalam film. Pembuat film ingin melekatkan narasinya pada konteks sekarang. Masalahnya, kejadian-kejadian tersebut sekadar menjadi tempelan, tanpa ada pengaruh yang jelas pada jalinan kisah utama. Kasus festival film, misalnya, dialami oleh Nino yang baru saja merilis film terbarunya tentang homoseksual. Kasus gorengan plastik terkait dengan penganan ringan yang dikonsumsi oleh para karyawan kantor Sakti. Namun, kedua kasus tersebut sama sekali tak membentuk kedua tokoh yang bersangkutan. Alhasil, bukannya jadi makin kaya, Arisan! 2 jadi semakin cerewet tanpa alasan.

Sebagai sebuah karya, Arisan! 2 terasa tidak utuh. Terlalu banyak elemen cerita yang dimasukkan ke dalam film, sehingga beberapa bagian terasa seperti tidak berhubungan. Tidak jelas apa yang sebenarnya ingin dibicarakan film ini: kisah persahabatan para protagonis, tindak tanduk perlakuan para kelas atas, ataukah kejadian-kejadian kontroversial di negara ini? Dalam penataan yang lebih apik, banyaknya elemen cerita bisa menghasilkan suatu kedalaman tersendiri. Dalam kasus Arisan! 2, banyaknya elemen cerita menunjukkan ketidakfokusan pembuat film. Sangat disayangkan.