Lahir di Rangkasbitung. Pendidikan: Taman Madya (SLA) Taman Siswa Jakarta. Kepala Sinematek (pusat dokumentasi film Indonesia) sejak Oktober 1975 ini tadinya lebih dikenal sebagai Sutradara dan Penulis Skenario. Misbach sudah aktif di bidang penyutradaraan sandiwara sejak masih sekolah (tahun 1950-an). Termasuk salah seorang 'Seniman Senen', yang membukukan kisah-kisah temannya (orang-orang film dan sandiwara) di bawah judul Keajaiban di Senen Raya dan Oh Film.
Aktif juga sebagai wartawan di samping kegiatannya dalam dunia film, dimulainya sebagai pencatatat skrip untuk film Puteri Dari Medan (1954) yang dibintang utama dan diproduksi oleh Titien Sumarni, dengan sutradara D. Djajakusuma. Setahun kemudian mendapat kepercayaan untuk menjadi pembantu sutradara dalam Tamu Agung (1955) yang disutradarai Usmar Ismail. Lalu lebih banyak bekerja sama dengan sutradara Wim Umboh sebagai co-sutradara dan pengarang cerita/penulis skenario. Dimulai dengan Istana Jang Hilang (1960), kemudian Djumpa Di Perdjalanan (1961), Bintang Ketjil (1963), yang sukses secara komersial, Matjan Kemajoran (1965), Dan Bunga-bunga Berguguran (1970), Biarlah Ku Pergi (1971) dan lain-lain. Di antara tahun-tahun itu juga menyutradarai film yang dimulainya dengan Pesta Musik Labana (1959), Holiday in Bali (1962), film berwarna yang diproduksi Persari bekerjasama dengan perusahaan Sampaguita (Filipina), Operasi X (1968), cerita tentang penumpasanPKI, dan lain-lain. Terpilih sebagai Sutradara Terbaik dalam Pekan Apresiasi Film Nasional 1967 untuk karyanya Dibalik Tjahaja Gemerlapan (1966-dua seri), dan Penulisan Cerita Terbaik Menjusuri Djedjak Berdarah (1967). Misbach menolak menyutradarai setelah timbul musim 'film sex' di awal 1970-an, dan hanya bersedia menulis skenario, Romansa (1970), Samiun dan Dasima (1970), Bandung Lautan Api (1974), Krakatau (1976), Tenggelamnya Kapal van der Wijck (1977) dan lain-lain. Sesudah menyelesaikan, Honey, Money, and Djakarta Fair (1970), di mana istrinya Nani Widjaja menjadi peran utama, Misbach lebih banyak memusatkan pikiran dalam merintis pusat dokumentasi film yang kemudian dikenal sebagai Sinematek Indonesia, Pusat Perfilman H. Usmar Ismail.
Predikat 'haji' diperolehnya sejak ikut membantu sutradara Drs. Asrul Sani menyelesaikan film cerita tentang haji berjudul Tauhid (1964), di samping mendapat tugas khusus membikin semi dokumenter Panggilan Nabi Ibrahim (1964). Di bidang jurnalistik antara lainpernah menjadi Ketua Redaksi Mingguan Abadi (1958-1959), Ketua Redaksi Majalah Purnama (awal 1960-an), dan Redaktur Abad Muslimin(1966). Pernah menerima hadiah kedua sayembara penulisan naskah drama untuk karyanya Bung, Besar (1958).
Jabatan lain: pengajar tetap pada Akademi Sinematografi LPKJ untuk mata kuliah Sejarah Film Indonesia; kini dalam Teknik Penulisan Skenario, anggota Dewan Kesenian Jakarta, anggota pengurus Yayasan Artis Film, anggota Dewan Penasehat KFT, dan dalam Kongres III di awal April 1978 terpilih sebagai Ketua Umum KFT untuk periode 1978-1981.
Sumber: Apa Siapa Orang Film Indonesia 1926-1978. Disusun oleh Sinematek Indonesia. (Jakarta: Yayasan Artis Film dan Sinematek Indonesia, 1979)