“7 Hati, 7 Cinta, 7 Wanita” menampilkan kisah para wanita yang menjadi korban dan ingin melawan. Tema klasik yang tak pernah habis dikupas.
Belum lama ini, seorang dosen ilmu komunikasi di Lampung merilis hasil penelitiannya mengenai gambaran wanita dalam film Indonesia. Bisa disimpulkan, penelitiannya menyebutkan adanya kecenderungan film menempatkan perempuan sebagai obyek seks dan membatasi ruang gerak mereka dalam dunia rumah tangga semata.
Dalam konteks ini, “7 Hati, 7 Cinta, 7 Wanita” seolah mengajak perempuan melawan stigma tersebut. Diproduseri Intan Kiefli, film ini menyajikan kisah tujuh wanita yang terkait satu sama lain di sebuah tempat—rumah sakit. Film ini dibuka dengan adegan di depan ruang praktik seorang dokter kandungan, Dr. Kartini (Jajang C. Noer). Sejumlah wanita mengantre. Ada wanita penjaja seks, siswi SMP, dan wanita berbadan besar yang datang bersama suaminya.
Kisah bergulir dari narasi yang merupakan suara hati Dr. Kartini. Ia bukan dokter kandungan biasa. Selain memeriksa dan mengobati pasien, ia juga sangat peduli pada kehidupan personal mereka.
Lewat kepedulian sang dokter, penonton berkenalan dengan para wanita yang menjadi pasiennya. Ada wanita yang hamil di luar nikah, mengalami kekerasan di rumah, korban perselingkuhan, perawan tua, penderita kanker, dan seterusnya. Problem mereka bermacam-macam, tapi ada benang merah yang menyatukannya: wanita terjebak, terpojok, dan menjadi korban yang cuma bisa pasrah.
Seperti yang dialami Yanti (Happy Salma), wanita yang mengaku ”terpaksa” menjadi PSK karena setiap kali bekerja ”normal” selalu saja dipaksa tidur oleh bos atau rekan kerjanya. ”Ini gara-gara body gua,” katanya. Tidak cukup sampai di situ, ia juga harus terjangkit kanker rahim. Dari mana PSK mendapatkan uang untuk mengobati kanker rahim? Lingkaran setan pun terbentuk: ia harus bekerja lebih keras sebagai PSK.
Karakter lainnya, Lyli, adalah korban kekerasan dalam rumah tangga yang terus saja pasrah walau telah berulang kali dianjurkan Dr. Kartini untuk melapor ke polisi. Sementara siswi SMP bernama Rara (Tamara Tyasmara), yang digambarkan masih senang mengisap permen, harus menanggung sendiri beban kehamilan karena pacarnya tidak mau bertanggung jawab. Dalam hujan, ia hanya bisa menangis.
Dr. Kartini pun tidak bebas masalah. Hidupnya terus dihantui problem cinta yang dilematis di masa lalu yang suram dan lembaga pernikahan yang meragukan.
Sedikit banyak film ini mengingatkan kita pada ”Perempuan Punya Cerita” yang juga menjadikan wanita sebagai tema utama—ada penderita AIDS, pelajar hamil, penyanyi dangdut, dan bidan. Bedanya, film ini berisi empat cerita pendek yang terpisah dan disutradarai empat sutradara perempuan.
Kisah-kisah dalam “7 Hati, 7 Cinta, 7 Wanita” mengalir dengan mulus tanpa membingungkan penonton. Namun menjelang akhir, sepertinya ada kesan ingin buru-buru mengakhiri sehingga klimaksnya gagal tercapai. Akting Jajang C. Noer sebagai dokter nyaris tanpa cacat. Ia bisa bersikap manis pada Dr. Anton (Hengky Solaiman) yang naksir padanya, bisa juga judes pada dokter kandungan muda Rohana (Marcella Zalianty).
Film berdurasi 90 menit ini disutradarai oleh Robby Ertanto yang pernah meraih piala Citra 2008 di kategori film pendek dengan tema terbaik. Film ini telah diputar pada Festival Film Indonesia di Australia, dan rencananya bakal ditayangkan serentak di Indonesia di November.
Diterbitkan di Majalah Garuda Edisi November 2010