Si kaya dan si miskin boleh jadi tak selalu akur di kehidupan nyata. Namun, bukan berarti relasi mereka harus disederhanakan sedemikian rupa, seperti yang terjadi dalam Malaikat Tanpa Sayap, sehingga yang nampak hanyalah kesusahan si miskin dan arogansi si kaya. Pandangan macam itu bukan saja sudah basi, terutama di sinema Indonesia, tapi juga melestarikan pandangan sempit tentang relasi keduanya: kalau si miskin akan selalu berada di bawah, dan tidak ada jalan naik kecuali melalui simpati si kaya. Alternatif lainnya bagi si miskin, dalam kasus film ini, adalah menjual organ tubuh ke pasar gelap.
Untuk cerita cinta kedua protagonis, yang sebenarnya menjadi jualan utama, Malaikat Tanpa Sayap juga tidak lebih baik. Ada seorang laki-laki jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang perempuan. Usut punya usut, si perempuan mengidap penyakit fatal, yang berarti mereka punya waktu terbatas untuk menunaikan cinta mereka. Sejumlah adegan dengan lanskap indah dan kegiatan tangis-menangis pun dikerahkan untuk merumit-rumitkan jalan cerita yang sebenarnya sederhana. Klise.