Tinjauan Guyonan Lama Bersemi Kembali

5/10 Adrian Jonathan Pasaribu 07-08-2013

Menonton film-film serial Get Married sensasinya seperti menonton konser Slank sekarang. Bagi penggemar lama dan pengikut setia, keduanya menghadirkan semacam keakraban sendiri, mungkin juga sedikit rasa nostalgia. Bagi penonton anyaran, keduanya tidak menuntut banyak supaya bisa akrab.

Bisa dipahami kenapa serial Get Married dan Slank masing-masing punya massanya sendiri—dan mudah pula menarik massa dari generasi baru. Get Married pertama kali hadir Lebaran tahun 2007 dan dua sekuelnya beredar di waktu-waktu serupa; semuanya terhitung laris di pasaran. Slank malah lebih lama lagi; mereka sudah ada dari dekade 90an dan terlestarikan sampai sekarang lewat sejumlah album, konser di beragam pojok nusantara, dan anak nongkrong di pos-pos ronda. Penampilan dan ciri khas mereka juga sudah dikenal khalayak luas dan konsisten dipertahankan seiring berjalannya waktu. Siapa yang tidak kenal Slank dengan sikap slengean mereka. Siapa juga yang tidak kenal dengan Maemunah (Nirina Zubir), Benny (Ringgo Agus Rahman), Eman (Amink), dan Guntoro (Deddy Mahendra Desta) yang selalu hadir dengan keriuhan tersendiri dalam setiap film Get Married.

Kebetulan Slankdan geng Maemunah tampil bersama di Get M4rried. Kebetulan pula keduanya tidak menampilkan materi baru di instalmen keempat serial Get Married yang disutradarai Monty Tiwa ini. Slank hadir dengan tembang-tembang populer mereka, dari Pandangan Pertama (yang juga adalah lagu untuk Get Married), Terlalu Manis, sampai I Hate You But I Miss You; Maemunah dan kawan-kawan tampil dengan guyonan khas mereka yang asal dan usil. Tema filmnya juga tidak bergeser jauh: pernikahan, kehidupan berkeluarga, dan segala keruwetan di dalamnya.

Kalaiupun ada yang berubah, hanyalah konteks waktu dan generasi di sekitar mereka. Dalam Get M4rried, kita mendapati Maemunah sudah mapan sebagai ibu rumah tangga, ketiga anaknya sudah mulai sekolah, dan ketiga sohibnya mencoba peruntungan dengan pekerjaan baru. Ternyata ketenangan hidup sebagai istri Rendy (kali ini diperankan Nino Fernandez) tidaklah cukup bagi Maemunah. Ia merunut kembali mimpi-mimpinya yang belum kesampaian, karena waktu hidupnya selama ini habis terpakai oleh komitmennya sebagai ibu rumah tangga. Pemantiknya adalah pertemuan Maemunah dengan Sophie (Tatjana Saphira), adik Rendy, yang dengan santainya berkata kalau ia siap nikah di usia muda karena apa yang ia impikan sudah terpenuhi.

Kemasan Get M4rried sendiri tidak beda jauh dari film-film pendahulunya. Film ini ramai, bahkan berisik. Setiap adegan dimanfaatkan pembuat film sebagai kesempatan untuk bercanda, adu mulut, ribut, sembari sesekali menyindir perkembangan sosial belakangan ini.

Semua ini terangkum dengan sempurna dalam adegan pembuka film. Gambar pertama yang kita lihat adalah ayah Maemunah (Jaja Mihardja), sekarang sudah jadi Pak Lurah, berjalan bersama asistennya, seorang Tionghoa, seklias merujuk pada Ahok yang baru-baru ini menjabat jadi wagub Jakarta. Lalu kita melihat Eman, sekarang bekerja sebagai event organizer, menunjukkan hasil kerjanya mendekorasi pesta ulang tahun anak Rendy. Konsep yang Eman pakai adalah kehidupan ibukota, yang terwujud dalam pemanfaatan konstruksi monorail sebagai salah satu hiasan dan kolam banjir sebagai salah satu mainan anak-anak. Lalu kita melihat para anggota keluarga, baik dari pihak Maemunah maupun Rendy, berkumpul. Ibu Sophie mengumumkan kalau anaknya akan menikah, bapak Maemunah menuduh kalau ia pasti hamil di luar nikah, dan semuanya adu mulut.

Keseluruhan 112 menit Get M4rried kurang lebih tersampaikan dengan pola serupa. Patutlah kita mengapresiasi ketangkasan Monty Tiwa meramu segala keriuhan ini secara konsisten hingga credit title bergulir. Setiap adegan dijaga agar tetap ringkas dan sesuai dengan ritme film yang cepat, setiap plot-plot kecil diperhitungkan agar selesai pada klimaks cerita dan tidak menyimpang dari konflik utama. Memang ada satu-dua hal yang kedodoran; salah satunya perkara soal Benny, Eman, dan Guntoro yang belum 100% mendukung Rendy sebagai suami Maemunah. Isu ini dibahas cukup lama di penghujung cerita, tapi sebelumnya tidak terungkapkan sama sekali sepanjang penuturan Get M4rried. Ini tidak jadi akan masalah kalau kita mau melihat secara luas dalam perspektif serial Get Married, mengingat isu yang sama sempat dibahas di film-film sebelumnya. Penonton lama tidak akan masalah dengan hal ini, tapi tidak halnya dengan penonton yang baru mengikuti dari Get M4rried. Keutuhan karya agak sedikit tercoreng jadinya.

Bisa dibilang keutuhan karya ini yang jadi masalah dari Get M4rried pada umumnya. Tidak ada satu wacana besar yang mengikat segala perkembangan cerita dalam film jadi satu suara yang selaras. Tiga film pertama Get Married menunjukkan kalau film komedi tidak saja bisa menyenangkan, tapi juga mencerahkan. Get M4rried, walau pengerjaannya tidak kalah baik,sayangnya tidak mewarisi kedalaman serupa.

Dalam Get Married 2dan 3, kita mendapati bagaimana keseluruhan film menjadi potret akan keluarga besar di Indonesia yang kerapkali terlalu ikut campur dalam keseharian keluarga batih. Dalam Get Married, kita mendapati rangkaian guyonan sepanjang film menjadi gambaran akan pernikahan sebagai perkara yang tak bisa lepas dari lingkungan sekitar. Dalam Get M4rried, yang kita dapati hanyalah parade guyonan dan sindiran. Plot tentang Maemunah yang ingin menuntaskan mimpi-mimpi lamanya dan plot tentang rencana pernikahan Sophie pada usia muda seperti berjalan sendiri-sendiri, tanpa ada tautan yang ajeg pada tataran makna.