Film Dino (2013), yang disutradarai Edward Gunawan, terpilih menjadi pemenang pertama Kompetisi Film Pendek Europe on Screen 2013. Film ini mengungguli tujuh film finalis lainnya dan membawa pulang hadiah berupa Full HD Camcorder dari SONY Indonesia seri HDR-PJ30E. Setelah Dino, film dokumenter Salah Gaul (Abdul Razzaq & Sahree Ramadhan, 2012) terpilih menjadi pemenang kedua dan mendapat SONY Full HD Camcorder seri HDR-CX130. Dewan juri juga memberikan Special Mention untuk film Guk! (2012) karya William Chandra. Pengumuman ini berlangsung pada Minggu, 12 Mei 2013 pukul 19.30 di Erasmus Huis, Kuningan.
Dave Arnold (Inggris), yang mewakili kedua juri lainnya yakni Kipling Baker (Australia) dan Peter Warnier (Belanda), mengumumkan bahwa Dino terpilih menjadi pemenang karena dinilai paling menonjol di antara yang lain. Film ini bercerita tentang seorang ibu, penjual ensiklopedia, yang dituntut untuk beradaptasi ketika teknologi komputer dan internet mulai masuk sekitar tahun 90-an. Film tersebut dianggap memiliki sentuhan sentimental tertentu, peran musik dan latar cerita dalam film yang kuat, serta penceritaan dan produksi yang cukup baik. Meski demikian, Dino dianggap gagal memberikan twist dan tidak memberikan kedalaman untuk karakter-karakter tokohnya.
Salah Gaul dianggap berhasil memberikan gambaran tentang kebudayaan remaja yang tengah tumbuh dan mencerminkan lingkungan sekitar pembuat film, secara menyenangkan. Film ini diperkuat dengan upaya pembuatnya berbicara dengan berbagai individu dalam mengumpulkan pendapat dan pandangan tentang ‘Alay’. Dewan juri berharap, kemenangan ini bisa mendorong pembuat film untuk membuat lebih banyak film dan mempelajari lebih lanjut tentang kriya(craft) dalam pembuatan dokumenter.
Special Mention diberikan kepada Guk! untuk menstimulasi pembuat film agar berkarya lebih baik lagi. Film ini mengisahkan anak kecil yang tinggal di tempat pembuangan sampah dan impiannya tentang hidup yang lebih baik, setelah melihat seekor anjing peliharaan yang dirawat pemiliknya. Pada awalnya, film ini berhasil membuka rasa ingin tahu dan menjanjikan film yang bagus lewat penampilan pemain ciliknya, latar belakang cerita, dan nilai produksi yang baik. Namun di pertengahan, cerita film ini seperti kehilangan arah.
“Sebagian besar film (finalis) memiliki potensi dan beberapa aspek mengesankan, tetapi semua juri setuju bahwa film-film ini perlu berjuang untuk menjadi kompetitif di tingkat internasional, untuk misalnya dalam festival film pendek skala global.” ujar Dave Arnold tentang keseluruhan film finalis sebelum mengumumkan para pemenang. Sepanjang festival, film-film finalis diputar di Jakarta, Bandung, Makassar, Medan, dan Yogyakarta.
Europe on Screen tahun ini juga bekerja sama dengan SAE Institute Jakarta dalam memberikan beasiswa kepada Andi Hutagalung, sutradara film Permata di Tengah Danau, untuk mengikuti program pendidikan Digital Film Making, setara S1 di SAE Institute Jakarta, selama tiga tahun.
Setelah pengumuman, pemutaran film pemenang kompetisi, dan beberapa sambutan, acara malam tersebut dilanjutkan pemutaran film Headhunters karya Morten Tyldum dari Norwegia, yang sekaligus menjadi film penutup Festival Film Eropa tersebut. Selama sepuluh hari penyelenggaraannya di tujuh kota, Europe on Screen 2013 telah dikunjungi 15.555 orang.