Empat film Indonesia akan tayang di Busan International Film Festival (BIFF) ke-18. Tiga film akan tayang perdana sekaligus berkompetisi di tiga seksi yang berbeda. Sedangkan satu film ditayangkan sebagai bagian program. Selain penayangan film, dua proyek film Indonesia terpilih dalam Asian Project Market, satu pembuat film terpilih mengikuti Asian Film Academy, dan satu proyek film mendapat Asian Cinema Fund. BIFF berlangsung pada 3-12 Oktober 2013 di Busan, Korea Selatan.
Film Toilet Blues (2012) garapan Dirmawan Hatta berkompetisi dalam program New Currents Competition. Program tersebut ditujukan untuk sutradara-sutradara yang baru menghasilkan satu atau dua karya. Toilet Blues merupakan film kedua Hatta yang dirilis, meski waktu produksinya lebih dulu dari rilis film pertamanya, Optatissimus. Film ini akan bersaing dengan sebelas film lain untuk mendapatkan New Currents Award. Penghargaan tersebut diberikan untuk dua film terbaik, yang masing-masing mendapat hadiah sebesar 30.000 USD. Pilihan tersebut akan diputuskan dewan juri yang terdiri dari Rakhshan Banietemad (Iran), Aoyama Shinji (Jepang), Chung Ji-young (Korea Selatan), Scott Foundas (Amerika Serikat), dan Charles Tesson (Prancis). Selain penghargaan tersebut, film-film dalam seksi ini juga berkesempatan mendapat KNN Award (film pilihan penonton) dengan hadiah 20.000 USD, dan FIPRESCI Award.
BIFF juga membuat program bertajuk Wide Angle yang terdiri dari kompetisi film pendek (Korea dan Asia), kompetisi dokumenter (Asia), dan pemutaran film-film pendek, dokumenter, dan animasi non-kompetisi. Di seksi Wide Angle Asian Short Film Competition, A Lady Caddy Who Never Saw a Hole in One karya Yosep Anggi Noen berkompetisi dengan sembilan film lainnya. Satu film Korea dan satu film Asia akan dipilih untuk mendapatkan Sonje Award dan hadiah berupa dana sebesar 10,000,000 KRW (sekitar 10,000 USD). Untuk seksi ini, Adolfo Alix Jr. (Filipina), Pascale Faure (Prancis), dan Jung Ji-woo (Korea) yang menjadi juri.
Sedangkan Daniel Ziv, lewat film dokumenter Jalanan (Streetside) berkompetisi dengan sepuluh film lainnya dalam Wide Angle Documentary Competition. Untuk seksi ini, penyelenggara festival akan menganugrahkan BIFF Mecenat Award pada film dokumenter Korea dan Asia terbaik. Masing-masing pemenang juga akan diberikan dana sebesar 10.000.000 KRW (sekitar 10.000 USD), untuk membantu produksi film selanjutnya. Salah satu produser Indonesia John Badalu, akan duduk bersama Ryan Harrington (Amerika Serikat) dan Min Hwan Ki (Korea) sebagai juri.
Dari beberapa program non-kompetisi BIFF, What They Don’t Talk About When They Talk About Love (Don’t Talk Love) karya Mouly Surya masuk dalam program A Window on Asian Cinema. Don’t Talk Love sendiri merupakan salah satu proyek Asian Project Market pada BIFF 2010. Film tersebut akan diputar dengan 53 film lainnya yang dianggap mewakili sinema asia saat ini. Termasuk juga film baru yang disutradari Tsai Ming Liang (Taiwan) dan film hasil kolaborasi Jafar Panahi dengan Kamboziya Partovi (Iran).
Sementara itu, dua proyek film, masing-masing disutradarai oleh Edwin dan Garin Nugroho, terpilih dalam program Asian Project Market (APM). Edwin membawa Exotic Pictures (judul sementara), proyek film panjang terbarunya yang merupakan produksi bersama Indonesia-Belanda. Film tersebut akan mengangkat sejarah panjang dan kelam hubungan Belanda dan Indonesia melalui sebuah kisah mengenai perang, nafsu, serta pengkhianatan. Sedangkan Garin Nugroho terpilih lewat proyek Monkey’s Mask. Selain Edwin dan Garin, ada 28 proyek lain yang akan memperebutkan beberapa bantuan dana, serta berkesempatan mendapat rekan kerjasama atau co-production. Salah satunya adalah sutradara Mohsen Makhmalbaf (Iran) lewat proyek filmnya berjudul The President, yang merupakan kolaborasi Iran-Georgia. APM akan berlangsung pada 7-10 Oktober 2013, bersamaan dengan Asian Film Market. Perwakilan Indonesia juga akan membuka booth dalam ajang tersebut.
Edward Gunawan (Dino, Payung Merah) menjadi perwakilan Indonesia dalam program Asian Film Academy (AFA). Dari 228 pendaftar, Edward terpilih bersama 23 pembuat film lainnya untuk mengikuti program edukasi film selama 18 hari, di bawah asuhan para staf pengajar yang terkenal dan ahli di bidangnya. Selama program berlangsung, para peserta AFA akan dibagi menjadi dua tim yang akan membuat dua film pendek. Edward sendiri mengambil fokus di bidang produksi. Para peserta AFA tahun ini akan berada di bawah asuhan Lee Chang Dong sebagai dekan. Selain sutradara Korea Selatan tersebut , ada pula Direktur Busan Film Commission, Oh Seok-geun (Korea Selatan) sebagai wakil dekan, Aditya Assarat (Thailand) sebagai mentor penyutradaraan, dan Kurita Toyomichi (Jepang) sebagai mentor sinematografi. AFA 2013 berlangsung lebih dulu, yakni pada 26 September-13 Oktober, dan sampai tahun ini telah dijalankan sebanyak sembilan kali. Sebelumnya, Yosep Anggi Noen (angkatan 2007) dan Edwin (angkatan 2005) juga pernah mengikuti program serupa.
BIFF juga membawahi program Asian Cinema Fund (ACF) yang memberikan dukungan untuk tiga kategori: Script Development Fund, Post Production Fund, dan Asian Network of Documentary Fund. Setelah dua bulan proses seleksi, total ada 27 proyek terpilih. Untuk naskah, ada tiga proyek film Korea dan lima proyek film Asia yang diberi hibah dana masing-masing sebesar 10.000.000 KRW (sekitar 10.000 USD). Tahun ini, salah satu proyek film Yosep Anggi Noen berjudul The Science of Fictions merupakan salah satu yang mendapat hibah dana tersebut.Untuk hibah pasca produksi, ada tiga proyek film Korea dan dua proyek film Asia yang penyelesaiannya akan dibantu dukungan fasilitas post-pro di Korea. Sedangkan untuk dokumenter, ada lima proyek dokumenter Korea dan sembilan proyek dokumenter Asia yang masing-masing diberi hibah dana antara 5.000.000 KRW (sekitar 5.000 USD) sampai 20.000.000 KRW (sekitar 20.000 USD). Dokumenter Jalanan karya Daniel Ziv yang berkompetisi tahun ini, merupakan salah satu peraih hibah tersebut pada 2007.
BIFF tahun ini juga akan memberikan penghargaan lain seperti Busan Cinephile Award, Busan Bank Award, NETPAC Award, Citizen Critics' Award,dan Movie Collage Award, khususnya untuk film-film Korea. BIFF juga memberikan penghargaan The Asian Filmmaker of the Yearuntuk pembuat film Asia yang dianggap memberikan kontribusi signifikan bagi budaya maupun industri film Asia. Tahun ini, penghargaan tersebut diberikan kepada Rithy Panh, sutradara Kamboja yang memimpin upaya pelestarian film di Kamboja. Salah satunya ketika ia membuat MEMORY! International Heritage Film Festival di Phnom Penh pada Juni lalu. Ada pula Korean Cinema Awardyang diberikan kepada Charles Tesson (Prancis) atas kontribusinya memperkenalkan sinema Korea ke dunia.
Selama penyelenggaraannya, BIFF 2013 terhitung akan memutar 299 film dari 70 negara dan 136 di antaranya merupakan penayangan perdana dunia dan atau internasional. Informasi lengkap bisa dilihat di situs resmi BIFF.