OK. Video kembali digelar di Jakarta. Dalam edisi keenamnya, festival seni-video internasional dua tahunan yang digagas ruangrupa ini mengusung tema “Muslihat”, dan akan berlangsung pada 5-15 September 2013 di Galeri Nasional Indonesia (GNI) serta beberapa ruang alternatif lain di Jakarta. Pada perhelatan tersebut, ada 92 video dan seni media yang berasal dari 29 negara yang bisa dinikmati publik. Indonesia sendiri diwakili 19 senimannya dalam 24 karya.
Secara umum, Festival OK. Video 2013 terdiri dari tiga program: Ekshibisi (Exhibition), Video Out, dan Program Publik. Ada dua program ekshibisi dalam OK. Video tahun ini. Pertama, program MUSLIHAT OK. Video mempresentasikan karya “Muslihat” para seniman, baik yang masuk melalui undangan kurator maupun aplikasi terbuka (open submission). Untuk festival tahun ini, proses kurasi karya ditangani oleh Irma Chantily, Julia Sarisetiati, dan Rizki Lazuardi. Karya-karya ini tidak hanya dipresentasikan dalam format pameran di galeri (Gedung A dan B GNI), tetapi juga dalam format sinema di Goethe Institut Jakarta.
Para kurator juga memilih tiga karya terbaik dari aplikasi terbuka, yang diumumkan saat malam pembukaan pada Rabu, 4 September 2013 malam. Tiga karya tersebut adalah E-Ruqyah karya Arya Sukapura Putra (Indonesia), When a Circle Meets the Sky karya Carla Chan Ho-Choi (Hong Kong), dan Return karya Marek Kucharski (Polandia). Tiga karya ini merupakan tiga terbaik dari 29 karya yang lolos seleksi di antara 303 karya yang mendaftar melalui jalur tersebut. Dari Indonesia sendiri, ada enam karya yang terpilih.
Program ekshibisi kedua merupakan program kolaborasi OK. Video dengan The Japan Foundation berupa sesi presentasi Media/Art Kitchen, yang berfokus pada bagaimana seniman menangani perkembangan teknologi seperti sikap kelompok mayoritas dalam masyarakat sebagai konsumen teknologi. Sebanyak 23 karya seni media dari Jepang dan Asia Tenggara dipamerkan di bagian Gedung C GNI, dilengkapi beberapa kegiatan lain seperti diskusi, bincang seniman, lokakarya, serta pemutaran video. Ade Darmawan dan M. Sigit Budi S dipercaya sebagai kurator Media/Art Kitchen edisi Jakarta. Setelah OK. Video, Media/Art Kitchen akan dipamerkan di Kuala Lumpur, Manila, dan Bangkok.
Program OK. Video lainnya adalah Video Out. Meneruskan tradisi sebelumnya, program ini dibuat sebagai upaya memperluas dan memperkaya gagasan mengenai tema yang diusung festival lewat kerjasama dengan berbagai institusi dan komunitas. Program ini akan menghadirkan beragam kegiatan yang menampilkan berbagai karya serta project di luar program utama festival. Di antaranya adalah pemutaran video-video seleksi dari dua festival video internasional ternama: IMPAKT Festival (Belanda) dan Videobrasil (Brazil), juga pemutaran video dari Media/Art Kitchen (Indonesia) di Kineforum. Ada pula pertunjukan The Instrument Builders Project di GNI, serta pameran Jatiwangi Art Factory (JAF) vs Kinetik yang berkolaborasi dengan WAFT di Ruru Gallery.
Sedangkan Program Publik tahun ini terdiri dari serangkaian acara diskusi, presentasi kurator, bincang-bincang seniman, dan tur festival yang dipandu langsung oleh kurator. Tema yang disuguhkan pada tiap sesi masih seputar akal-akalan teknologi, khususnya pada ranah seni media.
Dalam pengantarnya di buku katalog festival, Direktur Festival Mahardika Yudha menyebutkan bahwa dalam perhelatan tahun ini, OK. Video lebih banyak menghadirkan karya berbasis proyek yang dipresentasikan dalam bentuk kanal tunggal, kanal multi, dan instalasi objek dibanding dalam penyelenggaran-penyelenggaraan sebelumnya. “Selain bentuk karya dan presentasi yang sesuai dengan tema “muslihat” yang memiliki kecenderungan pada aksi dan pola-pola ‘bermain’ yang lebih banyak pada ranah perangkat keras (materi) teknologi –yang pasti juga diiringi pada ranah perangkat lunak (gagasan); pilihan artistik ini juga sebagai bentuk respon kebaruan moda produksi artistik seni media di kancah seni rupa kontemporer internasional.” jelasnya.
Mengakali teknologi
Sedangkan dalam pengantar “Selintas Cerita di Balik Kurasi” yang juga terdapat dalam buku katalog, para kurator sedikit menjelaskan cara kerja mereka dalam menerjemahkan tema “Muslihat” lewat karya-karya yang dipresentasikan. “Kami menilai “muslihat” dalam tiap karya melalui subjek/tema yang diangkat, adanya kesadaran pemilihan media dan metode, hingga pertimbangan strategi visual di dalamnya –bahkan ketika intensi awal produksi karya tersebut bukanlah muslihat.” Hal ini dapat dilihat dari ragam ‘muslihat’ yang dipamerkan.
Misalnya, ada karya seperti When a Circle Meets the Sky, salah satu dari tiga karya terbaik, yang menampilkan rekaman gambar langit bersinggungan dengan sepotong gambar lanskap gurun dalam sebuah lingkaran. Karya tersebut dihasilkan dengan ‘mengakali’ medium yang digunakan: membuat instalasi baling-baling yang di setiap ujungnya menyangga kamera serta cermin, yang gerakannya bergantung pada hembusan angin gurun. Ada pula karya yang menceritakan penerapan ‘muslihat’ terhadap teknologi itu sendiri, seperti pada rangkaian karya Afghan Box Camera dari Lukas Birk dan Sean Foley (Austria dan Irlandia). Proyek tersebut mendokumentasikan bagaimana sekelompok fotografer di sudut jalanan Kabul, memproduksi sendiri perangkat yang berfungsi sebagai kamera sekaligus kamar gelap, untuk menyiasati perintah rezim Taliban yang mengharamkan praktik fotografi. Selain dua karya tadi, masih banyak lagi ragam ‘muslihat’ lainnya.
Upaya Festival OK. Video untuk menunjukan kaitan erat antara seni dan teknologi juga diwakili dua diskusi festival tahun ini. Diskusi pertama mengangkat topik “Seni dan Teknologi” dengan Aryo Danusiri (Indonesia), Clarissa Chikiamco (Filipina), Krisgatha Achmad (Indonesia) sebagai pembicara, serta Maria Josephina (Indonesia) sebagai moderator pada Sabtu, 7 September pukul 16.30. Sedangkan diskusi kedua akan membahas “Teknologi dan Masyarakat” bersama Roy Thaniago (Indonesia), Deden Hendan Durahman (Indonesia), Andreas Siagian (Indonesia), dengan moderator Ardi Yunanto pada Minggu, 8 September pukul 13.00.