Selama 37 tahun, Sinematek Indonesia telah menjadi rumah bagi sejarah film nasional. Semenjak didirikan pada 20 Oktober 1975 oleh Misbach Jusa Biran dan SM Ardan, arsip Sinematek telah mengumpulkan dan menyimpan ribuan film, naskah, buku, majalah, poster film, kliping koran, dan surat kebijakan pemerintah. Artefak dan dokumen sejarah ini masa hidupnya terbatas. Belum lagi iklim tropis negeri ini yang menghadirkan tantangan tersendiri bagi penyimpanan media cetak dan rekam. Padahal, perkembangan suatu bangsa turut tercermin di budaya filmnya. Oleh karena itu, melestarikan sejarah film nasional tak seharusnya ditangani Sinematek sendirian. Publik dan pemerintah harus terlibat.
Atas dasar pemikiran ini, Sahabat Sinematek dibentuk. Resmi berdiri pada tanggal 11 Agustus 2012, Sahabat Sinematek merupakan perkumpulan terbuka untuk mewadahi partisipasi langsung publik dalam memajukan pelestarian warisan budaya pandang-dengar di Indonesia. Menurut mukadimah AD-ART perkumpulan, kata ‘Sinematek’ dalam nama Sahabat Sinematek merujuk pada pengertian kegiatan pengarsipan film secara umum, tidak pada lembaga tertentu. Pasalnya, dalam beberapa tahun terakhir, bermunculan sejumlah inisiatif pengarsipan film di luar lembaga Sinematek Indonesia, baik yang dilakukan secara individual maupun kolektif. Menghimpun inisiatif-inisiatif ini menjadi misi pertama Sahabat Sinematek untuk membuka jalan ke visi besar Sahabat Sinematek: “Terwujudnya kesadaran dan keterlibatan aktif pemerintah dan publik dalam menyelenggarakan pengarsipan film Indonesia yang berkesinambungan.”
Untuk empat tahun pertama, kepengurusan Sahabat Sinematek dipegang oleh Yuki Aditya sebagai ketua, Damar Juniarto sebagai sekretaris, dan Sugar Nadia Azier sebagai bendahara. Ada pula JB Kristanto, George Kamarullah, Abduh Aziz, Totot Indrarto, dan Alex Sihar tergabung dalam badan pengawas. Susunan badan pengurus dan pengawas ini merupakan hasil kesepakatan rapat umum anggota Sahabat Sinematek di Newseum, Jakarta, 11 Agustus 2012. Rapat dihadiri oleh 23 dari 35 anggota Sahabat Sinematek.
Bukan yang Pertama
Inisiatif semacam Sahabat Sinematek sesungguhnya bukan yang pertama. Sebelumnya, pada tahun 2007 ada inisiatif bernama sama yang dibentuk oleh Riri Riza, Mira Lesmana, Shanty Harmayn, Joko Anwar, Abduh Aziz, Sheila Timothy, dan Lalu Roisamri. Faktanya, menurut Totot Indrarto, inisiatif tahun 2007 itulah yang menjadi inspirasi pembentukan Sahabat Sinematek yang sekarang. Bedanya, Sahabat Sinematek kali ini bukan sekadar perkumpulan orang-orang yang peduli dan berkomitmen saja, tapi juga punya landasan legal-formal yang jelas. Sebagai sebuah badan hukum, Sahabat Sinematek dapat membuka jaringan kerjasama seluas-luasnya dalam menjalankan rencana programnya.
Pentingnya memiliki fondasi hukum merupakan pelajaran yang dipetik beberapa pendiri Sahabat Sinematek yang terlibat dalam proyek restorasi Lewat Djam Malam. “Proyek Lewat Djam Malam melibatkan banyak pihak, termasuk jaringan internasional. Proyek tersebut juga membuka banyak kemungkinan, banyak kesempatan berdialog dengan pemegang kuasa dan pengambil keputusan,” ujar Alex Sihar dari Yayasan Konfiden, “Wakil Menteri Dinas Kebudayaan minta ngobrol. Begitu juga Parenkraf dan Dinas Kebudayaan Jakarta. Oleh karena itu Sahabat Sinematek perlu dibentuk. Kami nggak mungkin bekerja secara sporadis lagi. Perlu koordinasi yang lebih baik. Supaya sama-sama majunya.”
Dengan adanya usaha yang terpusat melalui Sahabat Sinematek, infrastruktur preservasi film Indonesia bisa dikerjakan secara menyeluruh. Restorasi film seperti yang diterapkan pada Lewat Djam Malam sesungguhnya hanyalah satu bagian dari preservasi film. “Masih ada akuisisi film dan artefak film, pendataan koleksi, dan juga pemeliharaannya,” jelas Totot Indrarto, “Hal-hal ini yang akan kami masukkan dalam rancangan program kami ke depannya.”
Ke depannya, Sahabat Sinematek diharapkan bisa menggandeng publik yang beragam, tidak terbatas pada orang film saja. “Saya membayangkan perkumpulan ini terbuka bagi semua kalangan, tidak terbatas pada orang film saja,” tutur Hafiz Rancajale, pengurus Forum Lenteng dan anggota Sahabat Sinematek, “Yang peduli sama film Indonesia bukan orang film saja kok.”
Informasi selengkapnya soal Sahabat Sinematek bisa diakses melalui situs resmi mereka.