Untuk pertama kalinya dalam sejarah ada suatu forum diskusi untuk membahas penyelenggaraan Festival Film Indonesia (FFI). Diskusi dilangsungkan hari Selasa, 14 Desember 2010 mulai 16.30 di Cinema Hall Cinema Hall, Gedung Film Lantai 2, Jalan MT Haryono, Jakarta. Forum ini diawali dengan suasana ‘mengadili’ penyelenggara.
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik yang sebelumnya menyatakan akan ikut berdiskusi tidak hadir, begitu pula Direktur Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film Tjetjep Suparman.
Suasana menjelang diskusi dimulai terasa tegang, pelan-pelan kursi-kursi di ruang diskusi mulai terisi. Wakil Ketua Komite Festival Film Indonesia (KFFI) Alex Sihar memulai dengan pidato pembukaan. Setelah itu moderator diskusi Wakil Ketua Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) Rudy Sanyoto memanggil para pembicara yang terdiri dari anggota Dewan Juri FFI resmi German Mintapraja, Viva Westi, Alex Komang, M Abduh Aziz, Totot Indrarto, Deddy Setiadi bersama Koordinator FFI Labbes Widar.
Ketika Alex Sihar membacakan kronologi pelaksanaan FFI 2010, protes dalam bentuk interupsi mulai berdatangan. Beberapa peserta keberatan akan pembacaan teks kronologi yang sudah dibagikan kepada peserta. Moderator Rudy Sanyoto meminta peserta diskusi untuk mendengarkan sampai kronologi selesai dibacakan.
Pertanyaan-pertanyaan peserta diskusi pada awalnya berkisar pada legitimasi KFFI untuk memberhentikan Dewan Juri. Pertanyaan ini dijawab dengan kutipan bahwa buku pedoman tidak mengatur hal ini secara rinci dan memungkinkan KFFI mengambil langkah sesuai tuntutan kondisi pelaksanaan festival.
Setelah itu Ketua Dewan Juri resmi Deddy Setiadi membacakan kronologi dari sudut pandang Komite Seleksi dan Dewan Juri resmi FFI 2010. Menurutnya konflik seputar FFI 2010 terjadi karena Dewan Juri sebelumnya tidak mau mematuhi aturan penyelenggaraan. Diskusi berlanjut dengan pertanyaan seputar cara kerja KFFI yang oleh peserta diskusi dinilai tidak baik. Akhlis Suryapati, mantan anggota tim formatur KFFI bahkan mengeluarkan pernyataan: “Niniek [L Karim] sudah mundur, Ilham [Bintang] sudah mundur, kawan-kawan yang lain kapan [menyusul]?”
Suasana diskusi mulai mencair setelah istirahat Maghrib, meskipun peserta diskusi tetap ingin mempersoalkan pemberhentian Dewan Juri. Anggota Dewan Juri resmi M Abduh Aziz mengusulkan agar diskusi difokuskan pada upaya memperbaiki penyelenggaraan FFI masa depan. Katanya, “Setiap festival film punya misi dan tujuan yang diturunkan ke dalam tema tahun itu. Sebaiknya kita merumuskannya untuk FFI mendatang.”
Pernyataan ini disambut Ketua Dewan Juri yang diberhentikan, Jujur Prananto. Ia setuju bahwa FFI mendatang harus punya misi dan tema. Soal pemberhentian Dewan Juri ia berkomentar, “Pilihan paling praktis [saat itu] adalah memberhentikan Dewan Juri, seandainya saya Ketua KFFI atau Deddy Mizwar mungkin saya juga akan melakukan hal yang sama.”
Jujur mengemukakan pendapatnya tentang penyebab kekacauan FFI, “Masalahnya tidak ada rambu-rambunya. Semua orang punya tujuan tapi mengambil jalan paling pintas menurut keinginan masing-masing.” Ia menyarankan komite FFI belajar dari cara penyelenggaraan masa lalu, “Dulu komite seleksi terdiri dari 11 orang dari tiap profesi. Tiap anggota Komite Seleksi menilai dari sudut pandang profesinya masing-masing. Komite seleksi mempermudah juri karena unsur-unsurnya sudah terpilih yang paling menonjol untuk tiap bidang.” Ia juga mengemukakan titipan pesan dari Seno Guma Ajidarma, salah satu anggota Dewan Juri yang diberhentikan, “Jangan ada pemisahan antara Komite Seleksi dan Dewan Juri. Ini semua satu kesatuan kerja.”
Ketua BP2N Deddy Mizwar menutup diskusi dan menyatakan, ”KFFI sebagai penyelenggara harus mengakui ada banyak kesalahan dan KFFI tidak memiliki kepemimpinan yang kuat.” Menurutnya pilihan-pilihan yang diambil KFFI dapat dipahami dalam kerangka mengupayakan FFI 2010 tetap berjalan. “KFFI [waktu itu] harus memilih. Kalau Sang Pencerah masuk nominasi ada 4 film nomine yang akan mundur dan FFI akan batal. Banyak pihak yang tidak tahu tentang ini,” ujarnya. Bagi Deddy, meskipun ada banyak kesalahan yang menyebabkan FFI 2010 tidak berjalan mulus, tapi tidak produktif jika semua pihak berkonsentrasi pada mencari kesalahan. Ia menyarankan, “Untuk KFFI, tidak ada lagi pilihan kecuali mundur.” Deddy juga menambahkan, “Kita harus memikirkan bagaimana menyusun Badan Perfilman Indonesia karena berdasarkan undang-undang lembaga ini yang akan bertanggungjawab menyelenggarakan FFI [masa depan] dan promosi film Indonesia.”
Baca berita terkait:
Diskusi Terbuka Hasil FFI 2010
Politik vs Seni: FFI 2010
Kronologi Dua Versi FFI 2010