Setelah beberapa kali menyutradarai film berjenis horor dan horor komedi, kali ini Chiska Doppert menyutradarai film berjenis drama berjudul Bila. "Ini film drama pertama yang saya garap benar-benar sendiri, di luar sama Mas Nayato. Senang sekali mendapat kesempatan membuat drama oleh Maxima. Ini temanya Valentine. Jadi ceritanya memang kisah percintaan, dengan target remaja, dan pemain yang dipilih memang idola mereka. Ceritanya sendiri juga nggak berat-berat banget, ya." jelasnya tentang film terbarunya itu.
Menurutnya, menyutradarai film horor dan film drama merupakan dua hal berbeda. Terutama bagaimana membangun mood dan nuansa sepanjang film. "Mood-nya sendiri beda, ya. Saya kalau membuat film lebih memakai hati dan mood (tertawa). Kalau horor, ada horor yang thrilling, atau yang mengandalkan aktor, atau yang misalnya setan di mana-mana dan temponya cepat, ada terornya juga. Kalau drama, kita perlu mood-nya, mood jatuh cintanya, itu yang harus didapat. Itu yang aku coba arahkan ke pemain, walaupun dengan cara yang terlalu singkat, terutama ketika shooting." Soal pilihan tone warna, ia banyak memilih warna-warna yang hangat di film ini dan memakai banyak adegan hujan. Bagi Chiska, hujan bisa memberikan emosi tersendiri, terutama mewakili kesedihan, dan memberi kesan yang romantis.
Chiska juga harus mengarahkan pemain-pemain muda dan baru pada film yang shooting selama 12 hari ini. Walaupun ia mengikuti proses casting pemain, memilih, dan membuat keputusan bersama tim, tetapi tentunya tetap ada kesulitan mengarahkan mereka berakting. "Kesulitan sih ada, ya. Namun, karena mereka anaknya memang baik-baik dan menurut, jadi gampang diarahkan (tertawa). Ada satu kejadian ketika mengambil adegan di rumah sakit, sudah berapa kali take tapi selalu nggak dapat mood-nya. Aku break saja syutingnya, dan bilang ke mereka kalau mereka sudah siap melakukan adegan ini, baru kasih tahu aku. Untungnya mereka mau belajar."
Bicara tentang keberhasilan film-film yang dibuatnya, Chiska mengukur itu dari banyaknya penonton film. "Ukuran keberhasilan saya adalah kalau film itu banyak yang menonton dan mendapat respon bagus. Berarti apresiasi kepada karya kita itu baik. Film ini kan media komunikasi, berarti apa yang mau kita sampaikan harus bisa sampai. Menarik orang untuk membeli tiket dan menonton film kita, itu kan susah. Apalagi mereka dikunci di ruangan gelap dan tidak ada yang mereka lihat selain film kita."
Rencana ke depannya, Chiska sedang mengerjakan film berjenis komedi. "Sekarang lagi banyak mendapat tawaran menggarap film komedi. Padahal aku bukan orang yang lucu, lho, tapi dapat tawarannya komedi terus." ujarnya sambil tertawa. Ia juga sedang ia menggarap film berjenis psychology thriller bersama teman-temannya, yang ia sebut sebagai proyek idealis dan non-komersial. Namun, sambil menunggu proses penulisannya rampung, ia masih terbuka terhadap tawaran-tawaran membuat film seperti biasanya. "Aku biasanya memilih film-film yang memang ada tantangannya, dan juga melihat ceritanya. Setiap naskah baru biasanya jadi tantangan dan pembelajaran baru. Aku mencoba mengikuti selera produser. Mereka lebih tahu, barang seperti apa yang mau mereka jual. Kalau aku kan lebih memikirkan sesuatu yang bisa dijual, tapi estetikanya tetap ada," ujar Chiska soal pertimbangan-pertimbangannya dalam membuat film.
Walaupun begitu, ternyata ada juga tawaran membuat film yang enggan ia terima. "Aku agak risih kalau membuat film esek-esek, terutama mungkin karena saya perempuan. Pernah ada tawaran, tapi saya tidak mau. Kalau memang adegan itu mau dibuat artistik dan itu jadi film art, ya nggak apa-apa. Kan ada film yang walaupun ada adegan seks, tapi itu bukan menu utamanya. Misalnya karena adegan itu menyebabkan sesuatu terjadi pada dirinya, itu baru menantang, bagaimana membuat adegan itu tidak vulgar. Namun, kalau itu jadi menu buat dijual, nggak deh," tambahnya.