Film #republiktwitter membawa nama Kuntz Agus sebagai sutradara film layar lebar. Sebelumnya, ia pernah menggarap film pendek berjudul Marni dan beberapa dokumenter. Bersama Ajish Dibyo, salah satu produser, juga sebagian besar tim kru yang sudah biasa produksi bersamanya, Kuntz menganggap produksi layar lebar ini sebagai proses belajar tersendiri dalam membuat film. Menariknya, film layar lebar pertama ini justru sebuah film yang sangat berbeda dari gaya dan jenis film kesukaannya.
"Saya suka drama, drama yang cenderung menguras air mata. Saya jarang menonton drama komedi. Sebenarnya lebih banyak lagi, saya suka film yang cenderung gelap. Misalnya, saya suka thriller, karya-karya Tim Burton, Coen Brothers. Itu referensi saya secara personal. Namun, ketika harus menerjemahkan naskah ini ke dalam sebuah film drama berbumbu komedi, saya melepaskan itu semua." jelas Kuntz.
Dengan pengalamannya membuat film pendek dan dokumenter, bagi Kuntz setiap film adalah investasi, terlepas dari bentuk dan jenisnya. Semuanya tergantung pada pencapaian dan kepentingan dari pembuatan film itu sendiri. Ia sendiri menganggap bahwa #republiktwitter merupakan langkah pertama sebelum ia membuat film yang ia impikan. "Saya mau membuat film yang buat saya itu saya banget, yaitu thriller. Namun, saya harus berjalan melewati tahapan-tahapan untuk sampai ke sana. Saya tidak peduli bentuknya, asal sesuai kepentingan dan audiensnya. Saya berniat bekerja di film, berniat membuat film lebih banyak lagi, sampai benar-benar membuat film thriller yang saya inginkan. Namun, jika setelah ini saya membuat film pendek lagi, bukan berarti saya kemudian turun ke tingkat yang lebih kecil. Itu investasi yang lain lagi, kan?" jelasnya tentang pilihannya mengawali karir di layar lebar.
Walaupun begitu, mengerjakan film yang nuansanya berbeda dari jenis film yang menjadi minatnya merupakan tantangan sendiri bagi Kuntz. "Saya merasa mempunyai tuntutan membuat film ini dan ini menarik untuk dinikmati. Saya harus berpikir keras. Lalu ya sudah. Ketika aku tidak punya referensi untuk membuat film seperti ini, ya jangan dipaksakan untuk mencari. Akhirnya nanti jadi mencontek habis-habisan." tambahnya. Untuk film yang direkam menggunakan kamera F3 ini, ia menggunakan film 500 Days of Summer untuk referensi warna filmnya.
Kuntz bercerita bahwa pada awalnya ia dan Ajish sudah bekerja sama sebelumnya dengan ES Ito, pemilik rumah produksi Rupakata yang karyanya cenderung seputar sejarah dan politik. Kuntz berencana membuat film berjudul Harimau Harimau yang merupakan versi panjang dari Marni. Ito menyarankan untuk membuat film yang lebih ringan dulu. "Kebetulan dia dan teman-teman sudah punya sinopsis, Republik Twitter judulnya. Ketika kami berdiskusi, sinopsisnya masih berat karena menyangkut masalah politik dan intrik. Kami berpikir, kenapa tidak bikin yang ringan dulu saja? Akhirnya kami sepakat membuat film yang lebih akrab dengan penonton, untuk penonton."
Pengalaman pertama menggarap film panjang ternyata memberikan pengalaman berbeda, terutama dari segi sistem produksi. "Bagi saya, sistem kerja kali ini lebih terorganisir, lebih terstruktur, dan saya tidak bisa semena-mena. Di film pendek, saya masih bisa melawan, termasuk melawan produser dan menyesuaikan dengan keinginanku. Namun ketika sudah lebih serius di sini, saya harus sadar bahwa penonton yang berkuasa, dan dalam hal ini diwakili oleh produser." ceritanya.
Pada penggarapan #republiktwitter, satu kendala yang ia temui adalah waktu. Ia banyak terbantu dengan tim yang sudah terbiasa bekerja sama dengannya, sekaligus tim kerja yang sama-sama baru pertama kali mengerjakan layar lebar. Selain itu, ia juga menerapkan satu cara dalam mengarahkan pemain. "Saya cenderung serahkan kepada aktor untuk memainkan adegan dengan cara mereka. Meskipun kadang saya merasa tidak cocok, tapi kadang saya merasa bahwa ini bagus. Mereka lebih tahu dan ternyata bisa membuat ini lebih menarik. Ada kejutan-kejutan tersendiri ketika saya memberikan keleluasan untuk mereka." jelasnya lagi.
Apa rencana berikutnya? "Saya masih belum tahu, tapi saya masih merasa perlu membuat film yang tidak seberat yang saya tulis. Akhir tahun ini atau awal tahun depan, saya ingin membuat film thriller. Selain itu, sebenarnya saya sudah punya dua naskahyaitu Harimau Harimau dan Ki Dalang. Sepertinya Ki Dalang akan digarap lebih dahulu dan sudah didiskusikan. Isu Harimau Harimau lebih sensitif." papar Kuntz.