Yoyok Dumprink identik dengan film-film produksi K2K Productions jenis horor. Film Pacar Hantu Perawan yang baru beredar awal Oktober lalu adalah film horor keempat yang ia sutradarai pada tahun 2011 ini. Menurut pengakuannya, ia tidak pernah memiliki kecenderungan memilih satu jenis film tertentu, tetapi mengikuti tawaran dari rumah produksi tempat ia bernaung, K2K Productions. “Saya pekerja profesional. Kapan saya dapat horor, saya kerjakan. Kapan saya dapat drama remaja, saya kerjakan. Saya tidak pilih-pilih. Saya bikin di MNC TV tentang legenda. Saya juga bikin FTV remaja untuk MNC TV dan RCTI. Jadi, nggak spesifik harus pegang horor terus. Namun, sejauh ini di K2K, saya dipercaya untuk bikin horor terus.”
Ia bercerita bahwa dalam setiap produksinya, ide cerita banyak datang dari produser, yaitu KK Dheeraj. Setelah itu diberikan kepada penulis dan kemudian dibahas bersama. Ia juga tidak pernah menentukan target jumlah produksinya, tetapi justru mengikuti target produksi K2K Productions. “Kebetulan waktu saya bekerja dengan K2K, mereka bilang satu tahun targetnya membuat delapan film. Memang K2K sendiri yang punya target. Sejauh ini, saya sudah menyelesaikan tujuh film, ya cukup produktif juga. Luar biasa. Terima kasih K2K karena sudah mengajak saya bekerja dan teman-teman. Ya, rezeki nggak ke mana.”
Yoyok belajar film secara otodidak. Ia mengakui dalam perjalanan karirnya, ia mendapat kesempatan belajar dengan orang-orang yang menurutnya tepat. “Saya ketemu dengan orang-orang yang pas dan saat ini saya tuangkan dalam karyaku, pelan-pelan. Mulai dari Yan Senjaya. Aku bilang dia maestro, luar biasa pintarnya. Kebetulan aku pernah kerja dengan Pak Yan, membantu menulis skrip. Lalu dengan Eddy Riwanto, sutradara juga, pemain juga. Dia pernah terlibat di Losmen dan Jendela Rumah Kita. Sudah seperti kakak saya sendiri, jadi sering ngobrol sama dia. Pernah bantu dia menjadi asisten sutradara, lalu dengan Helfi Kardit juga. Mas Ian Priyoko, Pak Didit Trihadi. Dengan David Poernomo, saya pernah kerja dua kali, menjadi asisten sutradara dan ko-sutradaranya juga. Terakhir, yang banyak ngasih saya ilmu itu Hanny Mustofa.” ceritanya.
Bicara tentang film-filmnya yang selalu memakai bintang luar, ia bercerita bahwa tidak terlalu sulit mengarahkan mereka untuk berakting dalam film. Selain karena ada penerjemah, ternyata bintang-bintang luar ini sedikit banyak tahu tentang pembuatan film. “Mereka tahu kemauan sutradara seperti apa, harus beradegan bagaimana, itu mereka paham. Pada dasarnya mereka orang-orang film juga, cuma kebetulan saja mainnya di film dewasa.”
Yoyok juga menjelaskan posisinya ketika membuat film horor. “Kalau dalam film yang benar, ada tiga pakem yang harus dipakai. Estetika, logika, dan etika. Kalau di dalam film horor, yang namanya setan, sah-sah saja mau muncul di mana. Mau muncul siang, di kamar mandi, sah-sah saja. Itu lepas dari logika. Yang ideal itu kalau memuat ketiga unsur tadi. Film horor kadang-kadang di luar garis itu.”
Pria bernama asli Yoyo Subagiyo ini juga mengakui bahwa secara sadar, film-film yang dibuatnya memang khusus untuk hiburan. “Orang kita kan kurang hiburan. Salah satu jalan yang saya sumbangsihkan untuk negara ini dengan membuat film horor. Horor-komedi, ya. Alhamdulillah sih, respon penonton positif. Kalau seandainya ada yang negatif juga sah-sah saja. Semua orang tahu tentang film, tapi satu hal yang mereka nggak tahu. Film ini nggak ada profesornya. Jadi, sah-sah saja kalau saya mau bikin film. Satu hal lagi kalau bikin film, yang penting penonton bisa menikmati. Jadi, meskipun katanya film saya jelek, tapi kalau orang nonton bisa senang, ya berarti film saya bagus.” jelasnya mengenai film hiburan yang dimaksud.
Selama ini memangnya tidak risih jika disebut-sebut pembuat film horor? “Nggak, kok. Kita niat kerja, nyari rezeki, nggak menyinggung kanan, nggak menyinggung kiri. Lihatnya ke depan, ya itu yang saya ambil. Sejauh ini masih bergelut di K2K dan alhamdulillah ya cocok. Di K2K yang bekerja sekitar 70 orang, dan masing-masing mereka punya keluarga. Luar biasa, kan? Jadi, berpikir positif sajalah.” ujarnya lagi.
“Ketika film saya ditonton, saya menonton juga. Itu dalam rangka saya riset. Jika ternyata penonton film kita sudah mau bergeser dari horor komedi ke drama remaja, saya akan bilang dengan bos. Kalau dibilang saya ikut-ikutan, ya terserah orang bicara apa. Cuma yang namanya fenomena ya tetap. Misalnya begini, sekarang lagi demam salah satu makanan. Sedangkan penjualnya cuma satu. Nggak mungkin dong cuma satu ini saja sedangkan pemesannya banyak? Toko si B dan si C juga mau jual, nggak masalah kan? Itu hal yang biasa saja.”