Sinopsis

Amat (Adadiri Tanpalang), anak kelas lima SD dari sebuah desa dekat Candi Borobudur yang penduduknya hidup dari patung batu, dilukiskan sebagai anak sangat cerdas dan cenderung lebih dewasa dari usianya. Ayahnya yang bisu bekerja sebagai pematung batu. Bakat ini turun pada Amat, hingga gurunya meminta dia menyelesaikan patung batunya untuk lomba di tingkat provinsi. Amat yang juga cenderung seenaknya dan nakal tampak acuh tak acuh saja untuk menyelesaikan patung itu. Bapak Amat yang melihat patung belum selesai itu gatal tangan dan menyelesaikannya. Ternyata patung itu memenangkan lomba. Amat menolak hadiah, karena dia merasa belum menyelesaikan patung itu. Ia jujur berkata bahwa yang menyelesaikan adalah ayahnya, dan yang mengikutkannya ke lomba adalah Siti (Acintyaswati Widianing), temannya yang menyukai Amat. Kepala Sekolah, Lurah, Camat hingga Bupati merasa dipermalukan, hingga Amat diskors dari sekolah. Ia bahkan dijauhi oleh teman-temannya dan penduduk desa, bahkan ayahnya dipecat dari pekerjaannya. Beruntung pemilik Studio Mendut, Doni (Butet Kartaredjasa), pacar guru kelas Amat, mengetahui duduk perkaranya. Ia lalu menulis sebuah artikel di koran Jawa Tengah, hingga Gubernur Jawa Tengah (Christine Hakim), menyempatkan diri mampir ke desa yang tak pernah dikunjungi seorang gubernur. Ia menyerahkan hadiah untuk Amat, dan meminta agar patung-patung karya Amat menghiasi gubernuran. Di samping kisah utama ini, ada pula kisah sampingan: kesulitan Mi (Djenar Maesa Ayu), seorang pedagang asongan yang anaknya lumpuh layu, dan seorang nenek ningrat (Nungky Kusumastuti) yang "hidup" di masa lampau dan akhirnya harus mengakui perubahan zaman dengan kedatangan cucunya yang "ditinggal" orangtuanya.