Artikel

Dua sutradara muda Indonesia, Ravi Bharwani (Impian Kemarau, 2004) dan Faozan Rizal (Yasujiro Journey, 2004) bicara tentang liku-liku proses produksi film mereka dan tentang pendapat mereka mengenai perfilman Indonesia dan Asia.
Produser/sutradara Nia Dinata mengungkapkan pendapatnya mengenai produksi dan penonton film Indonesia kepada redaksi Katalog Film Indonesia. Menurutnya, karena penonton Indonesia sangat cerdas, pembuat film harus bisa mengimbangi dengan tawaran yang setara.
Pertimbangan Deddy Mizwar yang paling penting dalam membuat film adalah ibadah. Soal untung rugi, menurutnya, bukan urusan pembuatnya. Bagaimana dia menjelaskan sikapnya ini?
Kemelut dalam perfilman Indonesia seolah merupakan dosa asal, selalu hadir dalam setiap bidang kegiatannya. Kesannya: film Indonesia ini hampir sama dengan sepakbola Indonesia, lebih banyak dibicarakan daripada ditangani dan ditindaki secara benar, baik oleh yang berkewajiban melakukan pengaturan dan pembinaan maupun oleh para pelaku dunia film sendiri.
Perjalanan beberapa pemeran film Indonesia yang berhasil mencapai posisi terbaik karena pemilihan peran yang tepat.
Pada awalnya saya termasuk orang yang tidak percaya pada film sebagai media kesenian. Dibandingkan dengan sastra,teater, atau musik, rasanya film hanyalah pabrik hiburan tempat orang melupakan hidup kesehariannya, bukan tempat orang berkaca dan mendapatkan ilham untuk mengarungi kehidupan. Pendapat ini agak sok dan naif. Belakangan saya tahu bahwa film memiliki fungsi dan tujuan yang sangat beragam.
Sosok Nya Abbas Akup dan pendapatnya mengenai kualitas film Indonesia pada masa itu (1970-an).
Sikap Marini dalam berkarir, baik sebagai pemeran film maupun penyanyi, dan waktu yang selalu ia sediakan untuk keluarga.
Kumpulkan pendapat-pendapat mengenai film, maka hasilnya akan berkisar di antara dua kutub. Kutub kesenian di satu sisi dan kutub dagang di sisi lain.
Perjalanan karir Sukarno M Noor dan situasi yang dihadapinya ketika ia menjabat sebagai Ketua Parfi.