Sinopsis

Kisah nyata seorang penyair didong, Ibrahim Kadir (Ibrahim Kadir), ketika dipenjara tahun 1965 di Tanah Gayo, Aceh. Pengalaman-pengalaman selama 22 hari di dalam penjara itulah yang diceritakan, sampai saat ia dilepaskan karena ternyata salah tangkap. Film ini bagaikan potongan-potongan pengalaman yang sangat menekan dan sarat derita. Tugas Ibrahim--antara lain--adalah mengarungi kepala rekan-rekan sepenjara yang entah dibawa ke mana, dan tak pernah kembali lagi. Ditembak mati, tanpa kejelasan pengadilannya. Mereka yang dipenjara juga tak tahu kapan atau apakah mereka juga akan mendapat giliran mereka untuk dieksekusi. Suasana menunggu menjadi tak jelas juntrungannya. Dalam suasana demikian ini, Ibrahim Kadir masih sempat mencipta puisinya. Reaksi berlain-lainan muncul pula dari mereka yang terpenjara itu, maupun dari wanita-wanita yang bekerja di dapur penjara.

Catatan

Gambar diambil dengan kamera video betacam digital selama enam hari di sebuah studio di daerah Depok. Gambar video itu kemudian ditransfer ke film di laboratorium Cineric Inc, New York. Cara ini boleh dikatakan pertama kali dilakukan di Indonesia. Sebuah cara untuk menghemat biaya, di samping memang ada kebutuhan estetiknya, yaitu shot-shot yang panjang (lebih dari 10 menit), yang tak mungkin dilakukan dengan kamera film biasa. Film ini juga dibuat berdasarkan konsep hitam-putih yang beralih ke warna.Kopi VHS judul ini dapat diakses dari Koleksi Sinematek Indonesia.