JB Kristanto

JB Kristanto bertempat tinggal di Jakarta. Pembuat buku Katalog Film Indonesia, selain pernah menjadi jurnalis Harian Kompas, Anggota Dewan Juri FFI, juga dikenal sebagai pemerhati industri film Indonesia. Penerima Satyalencana Kebudayaan 2012.

Ada yang tidak cukup dijelaskan oleh serangkaian laporan Kompas Minggu (26/10, hlm 17-18) tentang peredaran film nasional saat ini, hingga menimbulkan sejumlah pertanyaan. Film nasional menguasai hampir seluruh layar bioskop yang ada di Indonesia, tapi yang dianggap berhasil hanya tiga judul. Kenapa?
Sophan Sophiaan, 64 th, meninggal karena motor Harley Davidson yang dikendarainya bersama rombongan menghantam sebuah lubang besar. Sekitar beberapa tahun terakhir ini kegiatannya memang berkisar pada mengendarai motor besar ini. Kegiatan yang membawanya celaka itu dibungkus dengan acara memperingati 100 tahun Kebangkitan Nasional.
Sikap Marini dalam berkarir, baik sebagai pemeran film maupun penyanyi, dan waktu yang selalu ia sediakan untuk keluarga.
Pernah dengar homoerotika? Wah hewan macam apa itu. Kok aneh-aneh aja namanya. Kosa kata yang satu ini belakangan mulai marak dipakai di ranah film. Jika harus menunjuk hidung nama Is Mujiarso menjadi salah satu oknum yang bertanggung jawab di balik maraknya penggunaan istilah homoerotika. Selama ini ia berperan aktif dalam meyodorkan wacana queer lewat berbagai tulisannya di media massa.
Ini adalah kisah Menachem Golan dan Yoram Globus, dua bersaudara yang kini paling banyak memproduksi film di Amerika Serikat. Bahkan mereka juga sudah mulai memasuki pasaran internasional dengan antara lain membeli Thorne Emi International, perusahaan penghasil dan pengedar film Terbesar di Inggris, yang mempunyai gedung bioskop di Belanda dan jaringan bioskop peringkat enam di Amerika. Kisah yang sangat tipikal dunia film. Begitu pula cara mereka mengelola perusahaannya.
Satu-satunya jalan untuk mecari tahu ya langsung saja bertanya kepada sineasnya, yakni Nayato Fionuala. Dialah yang bertindak sebagai sutradara film horror tersebut. Pura-puranya sekalian kangen-kangenan, kendati sehari-harinya dia sangat pelit untuk bicara. Kalaupun mau bicara, dia selalu menjawab sekenanya. Tak heran juga jika selama ini bisa dihitung dengan jari media yang memuat wawancara dengannya.
Kumpulkan pendapat-pendapat mengenai film, maka hasilnya akan berkisar di antara dua kutub. Kutub kesenian di satu sisi dan kutub dagang di sisi lain.
Waktu sudah menjelang tengah malam. Saya masih menggelandang di lobi Djakarta Theater, usai menonton preview “Lewat Tengah Malam” Selasa, 6 Maret 2007. Rekan saya Ekky mengajak untuk nongkrong keluar. Rupanya ia kelaparan belum makan malam. Kelar urusan saya berbasa-basi dengan teman-teman tak lupa untuk mengajak Edna turun. Segeralah kami ke lantai bawah di kafe Oh La La untuk hajat yang lain.
Sosok Nya Abbas Akup dan pendapatnya mengenai kualitas film Indonesia pada masa itu (1970-an).
Dua orang cowok mengaku pecinta sesama jenis agar diperbolehkan tinggal di tempat kos  khusus untuk kaum hawa. Belakangan diketahui jika keduanya menaruh hati kepada keponakan sang ibu kos. Familiarkah anda dengan plot ini? Penggemar fanatik film Indonesia rasanya cukup kenal dengan jalan ceritanya. Bukan masalah jika premis ini hanya digunakan untuk satu judul film. Nyatanya lebih, dan celakanya kedua film itu beredar dalam tempo hanya selisih sepekan. Wah, rasanya agak janggal ya?
Departemen Perdagangan maupun Penerangan (1991, red) sampai kemarin masih belum menentukan siapa yang menjadi importir film tambahan di samping kelima importir film Eropa-Amerika yang sudah ada dan tergabung dalam Asosiasi Importir Film Eropa-Amerika. [...] Tapi dengan kata lain bisa juga dikatakan bahwa tanpa terus terang menyatakannya, sebenarnya diakui ada praktek monopoli itu.
Semua orang sudah tahu bahwa industri film melibatkan uang puluhan sampai ratusan juta rupiah jumlahnya. Semua juga sudah tahu bahwa bentuk ‘kesenian’ ini menikmati popularitas dan kemungkinan jangkauan yang lebih luas ketimbang teater atau lukisan. [...] Salah satu yang punya minat adalah wartawan.
Ada dua cara yang dipakai produser untuk mengundang penonton datang ke bioskop sebanyak-banyaknya. Pertama: penggunaan judul yang mengundang senyum. Maka muncul judul-judul macam Mas Suka Masukin Aja, Pijat Atas Tekan Bawah, Suster Keramas, Darah Janda Kolong Wewe, Diperkosa Setan, sampai yang dipaksa harus ganti judul: Hantu Puncak Datang Bulan.
Kumpulan cuplikan wawancara dengan Teguh Karya yang menggambarkan sudut pandangnya terhadap definisi 'orang film'.
Sejak muncul di jagat film tanah air lewat bendera K2K Production, KK Dheeraj selalu kontroversial.