Tinjauan
Ternyata masih tetap ada kisah menarik seputar revolusi, apalagi kalau kisah itu dipandang bukan dari sisi Indonesia, tapi dari sisi Belanda—paling tidak seorang Belanda—seperti tampak dalam film Oeroeg yang tengah beredar di beberapa kota besar di Jawa.
Film terkait: Oeroeg
Keluhan tentang film banyolan sudah banyak. Intinya: menghina kecerdasan. Toh film demikian itu tetap saja merajalela, bahkan kini pindah ke televisi, yang dianggap tidak terlalu ketat memperhitungkan penonton.
Film terkait: Badut-badut Kota
Dalam tiga minggu awal pemutarannya, film Ada Apa dengan Cinta, menurut produsernya, Mira Lesmana, berhasil menyedot 1,3 juta penonton. Ini hasil dari pemutaran di 24 layar (kemudian bertambah menjadi 76 layar) di 12 kota Indonesia.
Film terkait: Ada Apa dengan Cinta?
Orang bisa saja berkata bahwa kisah-kisah yang digarap oleh Teguh adalah kisah-kisah yang sederhana. Tetapi, jangan lupa, jarang sekali sutradara Indonesia menggarap kisah-kisah sederhana dengan baik, sementara yang berambisi dengan gagasan muluk-muluk sering kedodoran justru karena kesalahan-kesalahan yang elementer.
Film terkait: Ranjang Pengantin
Dunia remaja yang rumit ini berjalan di depan latar cita-cita kemerdekaan Papua, sehingga mewarnai pergulatan identitas pribadi mereka. Baik remaja maupun orang dewasa mengalami tarik-menarik nasionalisme dengan cara berbeda, membuat narasi besar itu kelihatan membumi. Kali ini, hal yang tak bisa dicapai Garin dalam Puisi Tak Terkuburkan (2000) tampil lebih mulus.
Film terkait: Aku Ingin Menciummu Sekali Saja