Artikel Wawancara

Satrio Budiono sudah berurusan dengan suara film sejak zaman Petualangan Sherina (1999). Ia sudah mendapatkan 12 nominasi dan 3 penghargaan untuk bidang penataan suara di Festival Film Indonesia. Baru-baru ini, ia dinobatkan sebagai penata suara terbaik di FFI 2012 atas hasil kerjanya dalam Rumah di Seribu Ombak. Pria yang akrab dipanggil Yoyok ini bercerita tentang profesinya sebagai penata suara dan perlunya standardisasi dalam pengerjaan suara film di Indonesia.
Berbeda dengan dua produksi Miles Films sebelumnya, Atambua 39C dibuat dengan kru dan dana yang terhitung minim. Mira Lesmana bercerita bagaimana proses produksi film tersebut dan pengalaman dia sebagai produser di industri film Indonesia.
Salman Aristo bercerita tentang proses pembuatan Jakarta Hati, teknik penyutradaraannya, serta pengalamannya di perfilman nasional.
Viva Westi bicara tentang proses kreatif produksi film Rayya-Cahaya di Atas Cahaya, tantangan sewaktu membuat road movie, dan cerita di balik kolaborasinya dengan Emha Ainun Najib.
Harry Dagoe bercerita tentang pengalamannya selama berkecimpung di dunia film. Dia juga mempertanyakan: pemerintah sebenarnya melihat film sebagai apa? Barang budaya atau komoditas ekonomi?
Kritikus senior Pierre Rissient pernah menonton Lewat Djam Malam pada tahun 1977, ketika pertama kali berkunjung ke Indonesia. Pada masa itu, Rissient menonton karya Usmar Ismail ini tanpa subtitel, menikmati gambar-gambar sambil berusaha merangkai sendiri persepsinya tentang isi film itu.
"Dulu kami selalu takut kalau Soegija dianggap film Katolik. Salah-salah orang kira ini film dakwah. Ini film tentang nasionalisme. Dan renungan-renungan Soegija sangatlah universal. Itu yang kami tekankan."
"Rutinitas itu ada fase jenuhnya ya, dan buat saya salah satu katup pelepasannya adalah berakting. Mencoba keluar dari aku, memerankan orang lain, seoptimal mungkin. Pasti setelah itu beda rasanya."
"Saya lebih tertarik dengan karakter daripada teknis. Di Janji Joni, buat saya Joni adalah ikon. Di Kala, ada Janus sama Eros. Di Pintu Terlarang, jelas Gambir. Orang ingat dengan dia. Di Modus Anomali, saya rasa orang akan ingat dengan John Evans. Teknis nggak pernah saya taruh di depan."
Selama kurang lebih satu jam, Misbach bertutur tentang Lewat Djam Malam, Usmar Ismail, dan sekelumit pemikirannya tentang perfilman Indonesia.