Adrian Jonathan Pasaribu
Jurnalis filmindonesia.or.id, pengurus harian Cinema Poetica. Programmer Kinoki dari tahun 2007 sampai 2010, penonton film dari kecil sampai sekarang.
Edwin adalah orang ketiga yang menerima penghargaan ini dari Asian Film Awards, setelah Ishii Yuya (Jepang) pada tahun 2008 dan Wei Te-Sheng (Taiwan) pada tahun 2010.
Dua isu yang patut digarisbawahi: kontribusi dan keberlangsungan hidup festival. Festival film bisa berkontribusi ke pembuat dan penonton film. Dalam jangka panjang, festival film bisa menjadi pasar tersendiri. Untuk itu festival perlu memiliki fondasi finansial yang solid.
Perhimpunan Rumah Film mengadakan diskusi 33 Film Indonesia Terpenting di Binus International, Jakarta, 26 Januari 2012. Sebelumnya, daftar film pilihan Rumah Film tersebut diumumkan secara bersambung di Twitter.
Sejak pembukaan tahun belum ada film yang bisa menandingi kemampuan film ini menyedot penonton. Sejak diprotes menggunakan kata 'Karawang', jumlah penonton film ini terus terdongkrak dari 385 ribu menjadi lebih dari 500 ribu.
Film horor ternyata belum mampu menyaingi angka penonton film yang baik seperti Laskar Pelangi. Ini bukti bahwa penonton menantikan film baik dan bermutu.
“Yang terpenting buat pembuat film Indonesia, kemana pajak itu pergi?” ujar Mira Lesmana dalam forum diskusi yang diadakan oleh Delta FM, Obsat dan Tempo Interaktif Rabu malam (23 Februari 2011).
Festival Film Pelajar Jogja (FFPJ) diadakan untuk kedua kalinya pada 17 dan 18 Desember 2011 dengan serangkaian kegiatan di Ruang Audiovisual Benteng Vrederburg. Tahun ini, tema yang diusung adalah Bhinneka Tunggal Ika.
Garin Nugroho, selaku presiden JAFF, mengumumkan salah satu rencana tahun depan: retrospektif film para pendirinya.
Edisi keenam Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) resmi dibuka pada hari Selasa, 13 Desember 2011, dengan pemutaran film The Green Wave dari Iran.
Dalam FFI tahun ini, film pendek merupakan segmen dengan jumlah peserta terbanyak. Ada 98 film pendek yang terdaftar, meningkat dari 72 film peserta tahun lalu.
Dari sepuluh tuntutan MPEAA yang disebar luaskan oleh para wakil masyarakat perfilman ke hadapan DPR-RI ternyata delapan diantaranya merupakan isapan jempol belaka. Ada kepentingan apa di balik ini? (Tulisan ini pernah dimuat di Media Indonesia tahun 1991)
Banyak cara lain di luar utak-utik ketidakseimbangan beban pajak, bila pemerintah ingin membantu perfilman Indonesia.
"Film ini bukan tentang politik. Aku melihat politik itu dari sudut pandang anak-anak muda sekarang. Aku nggak ngerti peristiwa 65. Aku nggak tahu dan nggak mau sok tahu."
There are many ways other than unequal taxes in which the government can support Indonesian films.
Memahami ekonomi film dengan menelusuri liku-liku dan politik dagang dari sejarah importir film di Indonesia.