Artikel
Setelah melalui tahap seleksi, nominasi dan pemilihan pemenang yang riuh, para pemenang FFI diumumkan di Ballroom Central Park, Jakarta Barat pada 6 Desember 2010 malam. Inilah para peraih Piala Citra tahun 2010.
Waktu sudah menjelang tengah malam. Saya masih menggelandang di lobi Djakarta Theater, usai menonton preview “Lewat Tengah Malam” Selasa, 6 Maret 2007. Rekan saya Ekky mengajak untuk nongkrong keluar. Rupanya ia kelaparan belum makan malam. Kelar urusan saya berbasa-basi dengan teman-teman tak lupa untuk mengajak Edna turun. Segeralah kami ke lantai bawah di kafe Oh La La untuk hajat yang lain.
Interstudio, perusahaan jasa teknis dan laboratorium film, menambah fasilitasnya dengan mesin optical sound recorder. ”Dengan begini film Indonesia bisa utuh lahir di Indonesia lagi,” kata Sandy Sanyoto, penanggungjawab Interstudio.
Bulan Agustus lalu, seorang kawan mengirim pesan pendek pada saya. Ia mengabarkan bahwa ia baru saja membaca pengumuman di depan pintu masuk Bioskop Permata yang menyatakan kalau bioskop itu akan tutup selamanya terhitung 1 Agustus 2010 lalu. Saya sempat tak percaya, namun setelah saya konfirmasi pada pemilik bioskop, ternyata benar, bioskop Permata gulung layar.
Inilah daftar lengkap 54 film peserta Festival Film Indonesia (FFI)2010. Daftar juga dilengkapi kolom penilaian film-film yang lolos dan tidak lolos seleksi, serta film yang ditarik atau dibatalkan oleh peserta
Pada pukul 15.00 wib, Selasa siang 16 November 2010, di Ruang Sidang Pleno BP2N, Gedung Film Lantai 5, Jl MT Haryono Kav 47-48, Pancoran, Jakarta Selatan, Komite Festival FFI 2010 menyatakan permohonan maaf secara terbuka atas beberapa kesalahan prosedural terkait dengan keputusan Komite Seleksi (Komsel) Jumat, 12 November 2010.
Untuk tahun 2010, tercatat 62 judul film produksi mutakhir yang menjadi peserta, karena didaftarkan oleh produser masing-masing. Tercatat terbanyak adalah produksi Maxima Entertainment (17 judul), dan Kharisma Star Vision Plus (7 judul).
Pietrajaya Burnama datang dari dunia yang sesungguhnya bukan sinema. Pada awal 1960-an, di masa keemasan Akademi Teater Nasional Indonesia, dia satu di antara aktor yang mampu mengganyah panggung Gedung Kesenian Jakarta.
Mengingat peristiwa kesenian ini sudah berjalan 12 tahun dengan reputasi internasional yang baik, ganjil sekali melihat absennya dukungan dari kementrian Budaya dan Pariwisata maupun institusi pemerintahan lainnya seperti Pemerintah Daerah propinsi DKI Jakarta.
Para pembuat film muda merasa organisasi-organisasi internasional punya komitmen yang lebih kuat untuk menyokong para pembuat film muda dibandingkan institusi domestik.