Artikel Kajian

Hingga sekitar sepuluh tahun lalu bioskop Blok M Plaza 21 sudah menjadi sangat potensial bagi film nasional. Bahkan, pernah terjadi seluruh enam layarnya memutar hanya film nasional. Namun, itu tak pernah terjadi lagi dan mayoritas film yang diputar di bioskop tersebut adalah film impor saja. Mengapa?
Penulis menyarankan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk tidak menyelenggarakan LSF Daerah DIY karena tidak relevan dengan situasi DIY saat ini.A
Meski tren menurunnya jumlah penonton terus terjadi dalam empat tahun terakhir, kenaikan jumlah penonton dan rata-rata jumlah penonton setengah tahun ini dibandingkan setengah tahun sebelumnya boleh lah menjadi kabar baik juga bagi para pembuat film Indonesia. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa perhitungan jumlah dan rata-rata perolehan penonton setengah tahun di atas masih merupakan hitungan kasar. Karena realitanya, sering terjadi ketimpangan perolehan jumlah penonton antarfilm Indonesia.
Cinemaxx adalah nama jaringan bioskop baru kepemilikan Lippo Group, yang bergerak dalam jenis usaha ekshibisi dan distribusi film. Apakah ini mengindikasikan integrasi vertikal industri media kepemilikan Lippo Group akan merambah ke jenis usaha film?
Dengan logika pasar sederhana, dukungan infrastruktur seperti bertambahnya jumlah bioskop dan jumlah film Indonesia yang diproduksi, akan sejalan dengan pertambahan jumlah penonton. Ternyata hal itu belum berlaku untuk industri film tanah air. Tren penurunan jumlah data penonton masih terus terjadi hingga hari ini.
Idris Sardi memang mewarisi seluruh kemampuan musik yang dimiliki sang ayah, Mas Sardi, mulai dari penggesek biolin, komposer, hingga ke pembuat skor untuk film layar lebar.
Ini boleh disebut sebagai perwujudan watak takfiri dalam bentuk halus dan mungkin tak sengaja. Watak demikian kemungkinan besar tidak akan mampu menghasilkan keragaman film Dakwah Islam di Indonesia. Malah, bisa jadi, membunuh potensi keragaman itu.
Agaknya ‘nalar keresahan’ Hikmat ini muncul akibat infeksi virus Islamophobia yang terus ditularkan dalam mainstream media di Indonesia saat ini. Media yang terus mendengungkan Islam identik dengan kekerasan, bom, poligami, pancung,dsb. Namun keresahan ini sangat bisa dipahami, karena memang berita negatif tentang 1% muslim radikal yang selalu digembar-gemborkan media. Sedangkan 99% muslim yang cinta damai, toleran dan sangat menghargai perbedaan tidak pernah diberi kesempatan untuk bersuara.
Jika sinema Indonesia semula diniatkan sebagai representasi Indonesia modern, keberadaan tandem Ismail-Djajakusuma membuktikan terdapatnya gejala-gejala kondisi pascamodern, ketika istilah itu masih jauh dari dikenal, karena modernitas di Indonesia ternyata tidak menyingkirkan, melainkan hidup bersama dengan tradisi.
Retorika "perdamaian" dalam Nalar Kekalahan yang tergambar di film ini jadinya tak lebih sebuah siasat untuk mencari bentuk-bentuk penaklukan yang paling mungkin dicapai dalam posisi sebagai korban dan kaum terpinggirkan itu. Bagi Rangga dan Hanum, penaklukan yang paling mungkin adalah dengan memenangi medan gaya hidup modern. Dengan menjadi sukses.