Artikel Kajian
Berdasarkan catatan film terlaris dan dua penelitian dapat disimpulkan bahwa industri film nasional berada dalam pijakan basis penonton yang labil. Orang-orang yang datang ke bioskop sejatinya bukan penonton film yang loyal.
Daftar Negatif Investasi di bidang film, yang awalnya dikeluarkan untuk melindungi industri dalam negeri, akan diubah. Artinya modal asing boleh masuk. Apakah dampaknya pada industri film Indonesia? Apakah investasi asing akan menyetir produksi film Indonesia? Apakah industri film lokal cukup kuat menghadapi masuknya investasi asing? Pertanyaan-pertanyaan itu coba dijawab dalam tulisan ini.
Film reka-ulang kedua Pastor Simon Buis dari Flores ini jauh lebih kolosal dibanding film sebelumnya. Dengan plot yang lebih rumit, ia mempertentangkan jalan kekerasan dan jalan damai dalam berhubungan dengan warga lokal pada masa kolonial.
Ria Rago (1930) boleh jadi adalah film panjang tertua Nusantara yang masih bisa kita tonton lengkap saat ini. Kisah pembuatan film ini menunjukkan bagaimana eksperimen dengan medium film berjalan di luar lokasi klasik Jawa dan Sumatera.
Sutradara Ifa Isfansyah mencatat banyak hal menarik setelah menonton film-film pendek Indonesia tahun 2013. Beberapa film bahkan mampu meninggalkan energi yang sudah lama sekali tidak ia dapatkan dari film-film panjang Indonesia.
Ruang bukanlah sekedar tempat terjadinya peristiwa. Ruang membentuk sekaligus ikut dibentuk oleh aktivitas manusia yang ada di dalamnya. Bioskop termasuk dalam kategori ruang yang menjadi tempat interaksi dan dinamika sosial yang riuh. Memakai contoh Indonesia, Malaysia, dan Filipina, tulisan ini mengamati bioskop sebagai produk warisan masa kolonial yang terus berubah seiring perkembangan zaman.
Adalah tidak relevan untuk membandingkan film dan penonton dari kedua kategori ini. Film Box Office dan Film Festival sebenarnya memiliki hubungan saling melengkapi (complementary). Film Box Office menjawab kebutuhan penonton akan tontonan massal, sedangkan ‘Film Festival’ menjawab kebutuhan penonton akan tontonan personal.
2012 adalah tahun yang sulit untuk mengevaluasi industri perfilman Indonesia. Semua yang terlihat mata dan tercatat sebagai data—yang memberi kesan telah terjadi pertumbuhan pesat (sebagai indikator kemajuan)—tidak menggambarkan kondisi sebenarnya.
Satu film dengan sejuta penonton adalah statistik, sejuta film dengan satu penonton adalah tragedi. Melihat kondisi perfilman Indonesia sekarang, dua-duanya adalah tragedi. Tanpa pencapaian Habibie & Ainun, 5 cm, dan The Raid, statistik penonton kita tahun 2012 sungguhlah mengkhawatirkan.
Film tidak sekadar menjadi produk romantisme atau reproduksi realitas seperti media massa cetak dan elektronik, tapi seharusnya bisa menjadi sumber inspirasi.