Artikel Kajian

Pertanyaannya: bagaimana penyelesaian pembayaran kewajiban pada negara sebesar Rp. 250 miliar yang sudah jatuh tempo sejak 12 Maret 2011 lalu?
Niat baik Jero Wacik untuk memberikan sebanyak-banyaknya tontonan kepada masyarakat sekaligus menyediakan ruang pemutaran yang lebih banyak bagi film-film Indonesia harus didukung. Namun hal itu bisa dilakukan justru jika UU dan segala perundangan lain yang ada ditegakkan.
Working Girls bergeser dari niatan yang mendasarinya. Kecuali dalam cerita yang pertama, subyek perempuannya baru sebatas dianggap ada dalam cerita-ceritanya. Alhasil, ada yang hilang dari niat awal dan produk akhir Working Girls.
Tarif spesifik BM per menit Rp 20.000 terlalu rendah, tidak wajar dan tidak berdasarkan suatu nilai film yang wajar dan data yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan, sehingga harus ditolak serta dikoreksi.
Perkembangan terbaru mengenai isu impor film di Indonesia dengan tampilnya importir baru dan kompromi tarif bea masuk yang justru menambah kisruh.
Begitu terbetik kabar tarif impor film yang baru akan segera diumumkan, orang segera berandai-andai bahwa kekosongan pasokan film-film MPA akan segera terisi kembali. Sayangnya dalam hal film-film MPA persoalannya tidak sesederhana itu.
Kronologi kasus tunggakan pajak importir film yang membuat pasokan film-film laris MPA berhenti masuk ke Indonesia.
Catatan Veronika Kusumaryati tentang perkembangan isi dan kualitas film-film dari wilayah Banyumas Raya dan sekitarnya setelah mengunjungi Festival Film Purbalingga 2011.
Film ? (Tanda Tanya) mengusung gagasan 'keragaman sebagai pemersatu' yang seharusnya merepresentasikan masyarakat dan pemaknaan tentang keragaman di Indonesia. Tetapi posisi yang diambil film ini justru mengacaukan gagasan tersebut.
Berdasarkan cara bertuturnya dan relasi elemen-elemen di dalamnya, Hope terlihat seperti sebuah ensiklopedia tentang harapan di Indonesia. (Resensi film Hope (2010), Std: Andibachtiar Yusuf, Prod: Bogalakon Pictures)